.
Ini masih Karsini
Kiriman salah seorang penulis tamu. Penulis tamu ini asal “Barat” tapi sedang tinggal di Timur … (hehehe)
Simak tulisannya …
Komentari isinya …
Tebak siapa penulisnya …
——————————
Aku Tak Biasa
Ketika aku membaca sekian banyak karsini, terdengar dari jauh lagu “aku tak biasa”nya Alda mengalun. Aku jadi teringat sebuah kejadian yang menimpaku beberapa tahun yang lalu.
Gergaji pemotong kayu itu menderu lantas menumbangkan kayu jati kampung yang dimiliki oleh salah satu saudagar besar di sebuah kampung yang sunyi. Aku baru kali itu melihat “pembabatan” hutan kecil milik masyarakat. Bosku membeli hutan itu untuk kemudian kayunya segera dijual. Kayu jati.
Aku suka suasana itu. Suasana yang penuh kerja keras. Tiga hari pekerjaan memotong 56 pohon jati yang rata-rata memiliki diameter 50 itu aku nikmati. Aku menerima laporan hasil total meter kubik kayu setelah beberapa orang petugas menghitungnya yang juga disaksikan oleh petugas kehutanan setempat. Lantas dipanthong sebagai bentuk pengesahan kayu legal.
Sore menjelang pulang aku melirik ke kebun jati itu. Menjadi lengang. Tugasku tinggal satu lagi yaitu memastikan pengiriman kayu yang sebagian dikirim ke kolega Bosku di Jepara danCirebon.
Ketika melihat tumpukan yang sudah siap angkut, mandor mendekatiku dan menyampaikan undangan untuk datang ke suatu tempat. Aku mengangguk untuk memastikan hadir. “Biar aku akrab”, pikirku walaupun tak tahu acara apa gerangan.
Aku terlambat tiba karena Bosku menelpon lama menjelang keberangkatanku. Baru tiba setengah jam lebih dari yang djanjikan.
Ketika kami tiba, sudah ramai di sebuah rumah kecil. Sebagaian yang hadir aku kenal karena mereka para pekerja yang duduk-duduk dengan beralaskan tikar. Beragam minuman keras disuguhkan dan terasa baunya yang khas. Aku dipersilakan untuk mengikuti “ritual” aneh itu. Disuguhi untuk minum-minum lantas sudah pasti kutebak aku akan jatuh tersungkur dan beberapa akan menertawaiku.
“Maaf kawan, aku tak biasa. Jangan suguhkan minuman buruk rupa ini kehadapanku dan jangan ada lagi acara seperti ini jika kelak kerja denganku lagi”, kataku. Semua yang hadir pada diam dan tak ada yang berucap satu katapun selain berbisik-bisik di antara mereka.
Akupun segera meninggalkan tempat itu.
Tergopoh-gopoh kepala penebangan memburuku dengan maksud minta maaf karena mungkin sudah lancang. Mereka menganggap aku sudah biasa meminum minuman keras atau berpesta kala usai kerja.
Saya cuman bilang, “wealah ini proyek kecil, lantas hasilnya untuk foya-foya, teler-teleran, lantas berapa uang kalian yang akan dibawa ke rumah untuk susu anakmu”.
Belakangan baru tahu, kalau biaya untuk minum-minum itu berasal dari kelebihan potongan ranting dan kayu bakar yang mereka kumpulkan yang mencapai belasan meter kubik yang pada saat penebangan laku dijual. Wealah….
Aku cuman khawatir. Ini adalah miniatur sebuah sikap ketika keberhasilan telah dicapai. Mereka yang sudah bekerja keras, menggergaji kayu walau menggunakan chain saw, menggotong, menumpuk, mengangkat lantas mengirimkan hasilnya digunakan untuk foya-foya. Bagaimana dengan mereka yang mendapatkan milyaran dengan mudah ?
Semoga bukan budaya kita.
—————
KARYA SIAPA INI ???
.
STOP PRESS
Saatnya membuka jati diri pemilik Karsini ini
Ini adalah karya YAYAT SUDRAJAT
Seorang yang berlatar belakang Hukum tetapi sekarang mengeluti Blog
Asal Tasik, tinggal di Surabaya
Salah satu blognya bertajuk : BLOGGER PEMULA
.