Makan hati itu adalah suatu istilah … Istilah untuk menggambarkan situasi dimana kadang kita harus menekan perasaan kita sendiri demi memuaskan kesenangan orang lain.
Ada suatu periode dimana Trainer Muda sering mengalamai situasi ”MAKAN HATI” ini
Tahun 1987 – 1990.
Waktu itu Trainer Muda bekerja di suatu Yayasan Pendidikan Musik Vokal. Pekerjaanku serabutan … macam-macam … mulai dari tenaga administrasi … sampai menjadi Pianis.
Seringkali pada waktu-waktu tertentu … aku diminta untuk mengiringi Pentas Pertunjukan Paduan Suara Ibu-ibu Dharma Wanita dari departemen tertentu.
Biasanya setelah pentas Paduan Suara selesai … entah itu di rumah dinas menteri, di gedung pertemuan atau di Restoran besar … aku kadang tetap diminta tinggal … untuk mengiringi mereka …. Setelah acara selesai biasanya dilanjutkan dengan acara santai … makan siang bersama, pertemuan, arisan dan yang sejenisnya …
Nah disinilah … kadang aku harus ”Makan Hati”.
Bagaimana tidak … sebab … walaupun tugas mengiringi paduan suara sudah selesai … aku masih diminta untuk tetap tinggal dan mengiringi mereka yang ingin menyumbangkan suara mereka … spontanitas … menyanyi … Hah … Satu persatu mereka bergantian menyumbangkan suaranya (tanpa diminta) … dan akupun harus rela mengiringi mereka … sebagai wujud pelayanan kami pada mereka … aku tetap menunjukkan muka yang tersenyum dan sabar melayani permintaan-permintaan lagu mereka … (yang kadang ajaib dan tak bercermin pada usia itu …)
Menyanyi lagu ini … lagu itu … Nyanyi sendiri, berdua atau beramai-ramai … capek sekali sodara-sodara … Kadang mereka suka lupa … untuk sekedar memberikan kesempatan padaku untuk makan siang atau istirahat sebentar … (Mereka seakan tak peduli … Aku seperti mesin juke box saja layaknya …).
Mereka menyanyi … menyanyi … dan menyanyi … sementara hatiku kadang menangis … Jari tanganku pun sampai lelah karenanya … Dan jika sudah selesai … tak jarang mereka asik kembali ngobrol sesama mereka … cekakakan … cekikikan … makan-minum … sibuk diantara mereka sendiri … tak menghiraukan aku … dan meninggalkan aku duduk di piano begitu saja … terpekur sedih merenungi nasibnya … (Ya … sesekali aku menyeka keringat … juga air mata sedihku dibalik piano itu …).
Aku manusia biasa … anak muda biasa … punya ”mood” … punya perasaan … punya dignity … punya keinginan … Punya rasa iri … Ingin juga aku menikmati kegembiraan di situasi sosial seperti itu … Tapi once again … aku tekan dalam-dalam rasa egoku … aku hanyalah orang ”sewaan” mereka … Dan adalah merupakan tanggung jawabku untuk melakukan pekerjaan tersebut sebaik-baiknya … sampai selesai … what ever it takes …
Sedih sodara-sodara …
Sedih sekali kalau ingat masa itu …
(Itu sebabnya sodara … setiap ada pengamen atau pemain musik … entah itu di Restoran, Kendaraan Umum, Music Room, Pub, Lobby Hotel atau dimana saja … aku selalu memberikan mereka sedikit rezekiku … Dan kalau mereka bermain musik dengan bagus … aku pun tak segan merogoh kocek lebih dalam …). (Kalaupun tidak memungkinkan … cukup dengan memberikan tepuk tangan hangat … sebagai tanda apresiasi … it’s more than enough for them …)
(Bagaimanapun juga … aku pernah seperti mereka … Aku tau betul “rasanya” bekerja seperti mereka )
(Wajah tetap tersenyum … walau kadang hati menangis …)
.
.
Saya bisa membayangkan om… apalagi kalau yang nyanyi suaranya ke mana musiknya ke mana… tambah repot buat menyesuaikan nada….
(Wajah tetap tersenyum … walau kadang hati menangis …)
Mungkin itu salah satu karakteristik dunia / panggung hiburan alias showbiz ya Pak ? wah kalau saya kayaknya ndak bisa tuh …
Tapi kalau dalam organisasi / institusi makan ati dalam arti semua harus saya kerjakan sendiri itu mah sering, hihihi, nasib …
hehehe…. makanya saya kalo sewa nggak lupa memberi waktu istirahat dan makan serta minum sepuasnya …. kapan-kapan boleh dong sewa om nh ……buat temen boleh dong menunjukkan pengorbanan ….hihihi…
kapan kita bisa nyanyi-nyanyi bareng lagi nih…..
jadi kangen …
trainer yang pianis juga manusia…..hiks
EO nya bukan saya sih tuh hihihi
tabik
EM
hiks..begitu ya..? untung bukan termasuk dua-duanya…jadi tidak secara sengaja menyakiti dan tersakit..
Memberi tak pernah rugi, ini seperti yang digaungkan oleh temen2 blogger lain Om, Impact nya … langsung terasa, selama kita memberinya dengan IKHLAS tanpa ada pretensi dapat imbalan atau semacamnya.
We make a living by what we Get…we make a life by what we give..
Sekecil apapun pemberian kita itu sangat berarti untuk hidup meeka dan kehidupan kita.
Trainer yang hebat… 😀
hehe..
btw, pingin liat si oom maen piano ih.. 😀
Hikmahnya…
– Om jadi makin gape (jago) maen pianonya..
– Om dipercaya sama ibu-2 itu (apa emang gak ada pianis laen? hehehe…)
– Mengasah kesabaran Om (dalam menghadapi ibu-2..) 🙂
Sabar Ommm… 🙂
tapi jadi pengalaman hidup ya om, dan membuat kita lebih bijaksana dan peduli pada sekitar
pa kbr om Nh…hehhe maap ga bs rutin mampir sini.
btw baca postingan om..jd sadar diri nih om, secara kalo ada pengamen suka request lagu ini itu heheh…tp aku ngrogoh kantongnya jg dalem kok om…
makan hati? Wah, saya sering banget tuh, Om.
Makan hati sama si bos, atau teman kantor. Apalagi sekarang, udah sering makan hati, nggak naik gaji lagi Om, lebih sedih lagi kan? 😦
Makanya aku suka gantiin pemain keyboard yang kudu makan. Padahal nggak dibayar lho…Ya itung2 daripada sepi…Terutama jika acara di kalangan keluarga atau kantor. Kalau yang mengundang nggak kenal baik, ya nggak berani…Hi hi…
Komeng lagi ah….
Boleh tahu…lagu apa yang dimainkan waktu itu Om?
Pasti kalau inget lagi dengan lagu itu….ada sesuatu yang menyeruak dalam bathin Om….
Liat judul, bagus tuw om, anti anemiaa…
Alhamdulillah mambaca ini mengingatkan saya intuk hal seperti ini om.. Kami juga amat sering meminta pemain musik untuk melengkapi pesta / acara kami. Mudah2an kedepan kami lebih dapat memperhatikan merekaa…. Iya kadang memang sampai lupa menpersilahkan pemusik untuk sekedar beristirahat sejenak.Lupa kalau pemusiknya belom dipersilahkan makan…Semua subuk sendiri2…
hwaa…jadi merasa bersalah,
pernah pas di kantor, pas acara selesai kita masih nahan si pemain keyboard untuk ngiringin kita nyanyi2…
padahal mungkin dia udah capek ya….
1. Wooo … ternyata Om Nh ini pianis handal to? (lho, baru tahu to? Piye to ndhuuuk, ndhuk!)
2. Sama seperti Mbak Anna, saya juga jadi merasa bersalah, karena sok-sok keasyikan nyanyi dan lupa memberi istirahat pada sang pemain organ.
3. Di Centro Ambarukmo Plaza Yogya, setiap waktu tertentu ada pemain piano dan penyanyi life, yang cukup bagus permainannya, tapi sangat jarang dipedulikan pengunjung. Saya selalu menyempatkan diri berdiri di depan mereka, dan memberi applaus. Sering juga request lagu tertentu, dan mereka kelihatan senang sekali …
Sabar ya Oom, untung semua dah berlalu. Tapi kalo kapan² aku minta diiringi sama pianonya boleh kan?
(gubrakkkk, gk tau malu ya kamu, Yu???)
Dasar!!!
(Ampuuuuun deh Oom…)
tak usah makan hati bro
kalau saya lambat hadir ke sini
maklum aja saya juga lagi
makan hati dengan urusan tetek-bengek
kampanye….hehehe 🙂
Ow… gitu to.. Pantesan jaman segitu kalau di rumah ogah-ogahan diminta main pianonya kalo bukan dirimu sendiri yg lagi mau..(kan aku juga pengen dengerin lho..) Ga’ taunya udah enneg duluan ya.. kehilangan mood. Kenyang di’kerja’in tante2 itu rupanya.
makan hati….
enak tu mas
bisa bikin badan kurus
seng sabar yooooo…. 🙂
biar makan ati, yang penting kan mereka tetep bisa menghibur.. keren tuh, pahalanya banyak.. 😀
hmmmmm… iya bener2 bikin hati habis tuh ibu2… anyway.. saya selalu bangga sama pengamen.. tapiii kalau lagi makan, si pengamennya teruss2 an antri datangg..duhhh makan hati juga lho.. apalagi kalau makannya gak pake sendok…….. duhh
Beuh, Bapak teh nulisnya melow gitu jadi ikutan terharu. Iya, Pak…saat ada pemain musik yang memang membuat saya terhibur, juga merogoh kocek lebih dalam untuk performance mereka. Nice post. Terimakasih sudah mengingatkan.
makan hati…
ada obatnya gak ya?
selain sabar dan tawakkal tentunya…
opo diantemi wae yo….
anarkis.com
Alhamdulillah semua sudah berlalu ya Pak..
n sukses terus ke depannya..
yang penting sabar aja
Jadi tahu sekarang ternyata Om Trainer punya banyak talen. Thanks
multitasking ya om..
setiap kesuksesan menuai kerja keras, keringat, darah, dan tak luput dari “makan hati”
ya kan om?
kehidupan masa lalu hanyalah mimpi dan kehidupan sekarang adalah mimpi kemarin
kapan2 kita ngejamz bareng ya om …
aku ikut sedih bacanya …
iya ya,semoga tulisan ini bisa mengetuk hati para panitia2 acara ataupun yg empunya acara, agar memperhatikan hal2 kecil sekalipun
semua pelaku acara tersebut kan manusia juga
🙂 pengalaman hidup namanya ituhhh 🙂
cheerrs
ya ampun jadi sedih.. jangan2 aku juga sering berbuat seperti ibu2 itu.. huhuhu.. postingan yang bagus mas, simple thing yang sering ga kita sadari..
btw, ide pertanyaannya sudah saya posting mas.. terimakasih banyak lho… 🙂
Ternyata trainer pianis juga ya…benar-benar tempaan masa muda yang hebat.
Anak-anakku dulu kursus organ dan piano, tapi akhirnya nggak saya dorong, karena saya melihat bahwa kehidupan pianis di Indonesia masih sulit.
Terus pernah, ada acara halal bil halal di kompleks, anak sulungku yang masih SD diminta mengiringi dengan organ. Sampai acara makan malam, si kecil masih mengiringi orang makan dengan main organ…padahal teman seumurnya udah mulai ikut makan.
Saya kode dia, tapi dia masih semangat mengiringi…entah kok hati tak tega (saya jadi ngga doyan makan juga)…sejak itu saya menolak jika teman-teman meminta anakku mengiringi lagi jika ada acara serupa. Salahkah aku? Entahlah…tapi saya tak bisa melihatnya….
Gak papa, Om, kan jadi ada crita wat sekarang 😀
Duh….
Eh, subhanallah, itu pengalaman yang luar biasa lho Pak.
Tak semua orang mampu melewatinya