BERAS


.

Perkenankan saya sedikit bercerita tentang masa kecil.  Masa ketika saya bersekolah di Sekolah Dasar … di pinggiran Jakarta … dalam kurun waktu antara 1970 – 1975-an.

Dulu saya bersekolah di SD Negeri.  Kondisinya belum seperti sekarang, dimana ada Bantuan Operasional Sekolah dan juga belum ada wajib belajar 6 atau 9 tahun.  Kita para siswa sekolah masih diwajibkan untuk membayar iuran setiap bulannya.

Ada suatu masa dimana kami membayar iuran sekolah dengan BERAS.

Ya dengan beras Sodara-sodara.  Terus terang saya lupa berapa banyak takaran beras yang harus kita setorkan kepada sekolah setiap bulannya.  Satu liter, satu setengah ? atau dua liter kah ?.  Atau satu kilo ? satu setengah kilo ? atau Dua kilo.  Rasanya sih tidak lebih dari itu.  (seingat saya sih satu kilo !)

Saya masih ingat tiap awal bulan saya dan adik saya membawa sekantung plastik berisi beras, di dalam plastik tersebut ibu akan menyelipkan kartu iurannya, bertulis nama kita diatasnya.  Sesampainya di sekolah … beras tersebut akan kita berikan kepada bapak – ibu guru … kartunya ditanda tangani dan dikembalikan kepada kita lagi.   Kemudian beras itu dionggokkan demikian saja di sudut kelas.  Berplastik-plastik.  And yes indeed … dari berbagai jenis beras.  Ada yang putih … ada yang kekuning-kuningan.  Tak ada standart jenis beras tertentu.  Terserah … Mau Rojolele, Pandanwangi atau Beras Curah … Pokoknya yang penting beras. 

Sekali- sekala, kami para murid-murid … ketika hari krida/hari sabtu … akan membantu guru-guru untuk membuka satu persatu plastik tersebut dan menumpahkan berasnya di lantai.  Makin lama makin menggunung tinggi …

Saya tidak tau apa yang akan diperbuat sekolah dengan tumpukan-tumpukan beras tersebut. 
Apakah langsung dibagikan kepada Bapak-Ibu Guru dan juga petugas sekolah ? 
Atau … sekolah menjualnya kembali ke pasar … dan uangnya dipakai untuk menggaji guru-guru kami. 
Atau … kedua-duanya … sebagian dibagi dan sebagian ada yang dijual … ?

Saya pernah mendengar bahwa beberapa SD di desa-desa terpencil … para orang tua siswa membayar uang sekolah anak-anaknya dengan natura berupa palawija, beras, hasil tani, buah hasil kebun dan juga ternak.  Secara logika hal ini sangat bisa dimengerti, karena memang matapencaharian orang tua wali murid di daerah tersebut pada umumnya adalah bertani. 

Namun lokasi SD kami ini tidak seperti itu.  Lokasinya bukan terletak di desa terpencil, lokasi SD kami ini letaknya di seputaran Ibukota lho (baca : di pinggiran Jakarta … Jakarta agak “sonoan” dikit).  Dan pertanian bukanlah merupakan mata pencaharian utama para orang tua di daerah kami.

Apapun itu … ? Ini adalah bagian dari sejarah kehidupan kami.  Jujur saja … sungguh pengalaman ini merupakan hal yang terus membekas di benak saya … sampai sekarang. 

Bahwa kami pernah membayar sekolah dengan sekantung BERAS !

Bagaimana dengan pengalaman teman-teman sekalian ???

.

.

.

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

39 tanggapan untuk “BERAS”

  1. aku gak sempat mengalami bayar dengan beras itu Om,

    mgkn sekolah memilih beras sebagai pembayaran,
    karena lebih meringankan dibandingkan uang.
    beras dengan bermacam jenis, sesuai kondisi masing2 keluarga.

    1. Bukan EM …
      Ini bukan sekolah sebelah Rel itu …
      ini waktu saya kelas 1 – 5 di pinggiran Jakarta, sebelum saya pindah ke Patal

      🙂

      1. oooh ic ic… iya kupikir juga ngga mungkin.
        Selain beras, sama sekali tidak bayar dgn uang ya?
        Mengingatkanku pada terakoya, sekolah Jepang jaman dulu.

        1. Ketika SD, saya juga pernah juga setiap berangkat sekolah setiap siswa wajib membawa sebongkah batu sesuai dengan kemampuannya. Jika batu telah terkumpul, berikutnya membawa pasir. Demikian seterusnya, ini digunakan untuk membangun kelas baru. Maklum saya besar di SD di lereng gunung, yang sebenarnya tahun itu sekolah kami gratis. Yang penting mau sekolah.

  2. kalau ini cerita mengenai nenek saya Om, kebetulan seorang bidan dan suka dimintai tolong melahirkan tetangga, tidak dipungut bayaran sih tapi mereka akan memberikan beras kadang pisang atau sayur-sayuran.

  3. Saya nggak ngalamin bayar uang pakai beras Om.. sekolah kami bayar dengan uang, pernah 250 rupiah saja Om… entah setara berapa sekarang nominal segitu itu, Om…

  4. saya ga ngalamin begitu om, semua sudah dibayar pake rupiah 😀
    tapi seru juga yah, klo mbayarnya pake hasil panen, dan karena orang tua saya dulu panennya CENGKEH, bawa ke sekolah enteng toh hehehe

  5. aku ndak mengalaminya om, Sebenarnya kalo sekolah sekarang tidak berorientasi bisnis, saya rasa cara ini juga pantas untuk dijalankan pada masa sekarang, selain juga menumbuhkan minat petani untuk menanam padi, dimana memang sekarang para petani yang sudah enggan untuk bertani padi karena harganya sangat tidak menjanjikan

  6. selama untuk meringankan orang tua murid dan kelangsungan belajar-mengajar sih harus didukung.

    bagi yang suka info dunia motor:
    ht tp://www.otoarea.com/motor-matic-injeksi-irit-harga-murah-yamaha-mio-j

  7. Walopun SD saya di kampung, tapi udh ga pake beras Om. Tapi, kadang kita suka banyak sekali dikasih ubi-jagung-singkong-beras dari teman2nya Bapak yg sudah beliau tolong, kita ga punya sawah/kebun tapi sering ikutan panen deh hihihihihi

  8. Waktu SD (d/h SR) tak membayar uang sekolah, gratis tis. Bahkan kadangkala dapat pembagian tinta, krayon, grip (anak batu tulis). Juga ada suntik cacar gratis, suntikan imunisasi gratis.

    Saya nggotong beras sebanyak 10 kg ketika sekolah di STM untuk ibu kos. Pernah saya ganti dengan uang karena capek membawa beras naik turun bis plus becak tapi bu kos kembali minta beras saja.

    Selain makan nasi beras saya juga pernah makan nasi jagung, gaplek dan ubi jalar plus bulgur.

    Sekarang kalau weekend ke Jombang pulangnya juga dibawain beras 20kg hasil panen sawah sendiri.

    Salam hangat dari Surabaya

  9. Pernah bayaran dengan beras, tapi bukan untuk sekolah, melainkan untuk mengaji di mushalla. Gak tau kenapa begitu. Cuma saya lupa sampai kapan hal itu terjadi..

  10. SD saya di desa tapi malah nggak pernah ada bayar pakai beras itu Om…
    Sekolahnya gratis.
    Malah ada pembagian susu dari pemerintah, susunya susu bubuk dan murni dari pemerintah.
    Tanpa merk dan dusnya ada tulisannya tapi nggak ada pesan sponsor selain menyatakan bahwa itu dari Departemen P dan K

  11. Saya tidak mengalami bayar sekolah pakai beras Om.
    Tapi saya ngalami kondangan nyumbang pakai beras, mie, tempe, kubis.
    Terus kalau ikut Ibu kondangan seneng banget karna nanti dapet ‘takir’, nasi dan lauk dalam wadah daun pisang. Lho, malah mengenang to? Bisa jadi postingan nih… Hihi…

  12. Nggak ngalamin membayar dengan beras Om….
    Alat tukar sudah pakai uang, tapi yang Hani tahu ada beberapa guru yang setelah mengajar harus jadi tukang ojek karena gajih mereka perbulannya tidak cukup…

    Waktu SD juga di kelas 2 sama ibu guru sudah mengajarkan untuk menabung 🙂

    Salam Om..

  13. Kalau saya beda dikit, Om. Jadi dulu orangtua saya serba kesusahan, untuk bayar spp saya harus bawa beras dari rumah untuk dijual dulu baru dibayarin spp. 😦

  14. Bayar sekolah pake beras merupakan pengalaman tak terlupakan yah Om…

    Aku sih tidak mengalami masa ituh sih Om…

    Tapi kemaren sempet mau jual tipi buat beli BB…ituh masuk itungan gak Om…hihihi…
    Untunglah akhirnya dapet tablet…gak jadi jual deeeeh…*elus elus tipi*

  15. kalo sekulah uda bayar pake duit, tapi kalo ada hajatan nikahan atau lainnya, jaman dulu waktu masih di pemalang ‘sonoan’ dikit nyumbangnya pake beras juga 🙂

  16. semoga dibaca anak sekolahan jaman sekarang ya Om artikel ini, jika sebenarnya sekolah sekarang jauh lebih mudah dan ora soro nemen-nemen, meski kita tak bisa menutup mata jika masih ada sekolah-sekolah dengan kondisi memprihatinkan.

  17. baru tau kalo dulu ada sekolah bayar pake beras…
    mungkin karena pada waktu itu, membayar dengan beras, ataupun hasil bumi dipandang lebih praktis. Bisa langsung disalurkan.

    bisa juga karena kebutuhan pada masa itu, belum sekompleks sekarang. Jadi dibayar dengan sembako itu udah cukuuuuup banget dengan kebutuhan sehari2. Tapi dengan berkembangnya jaman, jenis kebutuhan lebih beragam.. pembayaran dgn uang dirasa lebih tepat, lebih bebas mau dibelanjakan apa.

  18. Kalau saya belum pernah bayar uang sekolah dengan beras Om, cuma pengalaman yang tak terlupakan adalah waktu kuliah. Uang kuliah satu semester saat itu Rp 210.000,- (Dua ratus sepuluh ribu rupiah), suatu ketika orang tua saya harus meminjam uang kepada teman beliau yang punya usaha permainan ding-dong jadi duitnya seratusan logam semua (seperti ini Om : http://seni-dan-antik.tokobagus.com/perabot-antik/uang-logam-rp-100-tahun-1973-9567589.html) dibungkus kantong plastik. Bayangkan jumlahnya 2100 keping yang harus dihitung oleh kasir di kampus…….

  19. Waaah, aku gak ngalamin sih, Om, Tapi itu kenangan luar biasa ya. Kalo sekarang suruh bayar pake beras malah pada gak mau kali ya, repot 😀

    (masih penasaran itu beras buat apa ya? Mbok nanya mantan gurunya, Om…. )

any comments sodara-sodara ?