.
“Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Aku ngenteni teka mu
Marang mego ing angkoso
Sung takok-ke pawartamu”
Juliet tak mengerti sama sekali tiap kata yang ditembangkan oleh Pranacitra kala itu. Namun tembang itu begitu sedih, begitu merasuk, begitu merdu. Lelaki Jawa itu melagukannya dengan penuh perasaan. Tanpa terasa kesedihan mengalir di pipi Juliet. Hatinya tercabik-cabik, diusapnya pipi Pranacitra penuh cinta.
Kekasihku, aku baik-baik saja namun hatiku pedih karena rindu…
“Janji janji aku eling cah ayu
Sumedot roso ing ati
Lintang lintang’e wingi wingi nimas
Tresna ku sundul ing ati”
Tak sebuah bintangpun nampak di langit. Mega-mega menutup angkasa, menurunkan kapas-kapas putih yang membekukan. Bahkan Big Ben pun tak berani menggerakkan jarum-jarumnya. Menghentikan waktu dan hari. Membiarkan salju lembut melayang-layang di udara, jatuh menimpa ranting-ranting beku. Juliet membelai lembut bibir Pranacitra dengan jemarinya.
Kekasihku, bahkan bintang-bintang pun tak mau menampakkan diri, turut merasakan dukaku…
“Ndek semono janjimu disekseni
Mego kartiko keiring roso tresno asih”
Lengan-lengan perkasa merenggut bahu Juliet. Menjauhkannya dari lelaki Jawa yang tak lagi mampu berkata-kata. Juliet meronta, berlutut memeluk Pranacitra. Menciumi bibirnya, pipinya, dahinya, hidungnya. Dan terakhir menutupkan kain putih itu di wajah kekasihnya.
Kekasihku, mana janjimu dulu? Kau bersumpah takkan pernah tinggalkanku? Tapi kini kau tergolek membeku. Kau tahu, Kekasihku? Pria-pria jahat ini akan merenggutku, membawaku pada cinta yang tak kucinta. Mengapa kau pergi?
“Yen ing tawang ono lintang cah ayu
Rungokno tangis ing ati
Miraring swara ing ratri nimas
ngenteni bulan ndadari”
Sayup kidung itu kembali terdengar. Juliet mengisak di balik kerudung putihnya, menunduk memandang hand bouquet dalam genggamannya. Seharusnya Pranacitra mempelainya, dan bukan Raja berhidung bengkok ini. Seharusnya alunan gending Jawa megah yang mengiringi langkahnya, dan bukan organ sendu ini.
Oh, Kekasihku Pranacitra, lihatlah aku terpenjara, karena cinta terlarang kita. Kekasihku, pandanglah aku dari bulan di atas sana. Kirimkan terus cintamu untukku, agar aku mampu menjalani hidup tanpamu….
Au revoir
—
Tulisan ini dikirim oleh Seorang PENULIS TAMU
Judul Pranacitra dan Juliet ini banyak dipilih oleh Pembaca
Bisakah anda mengenali … Ini karangan siapa ?
Siapakah Dia ?
karyanya pak lik Guskar ya oom?
kenapa ya pintu rumah di sana selalu tertutup
soalnya Gus’kar-nya lagi bertamu kemari Bu Mon, jadi pintunya ditutup. Takut ada maling 😀
pasti kang guskar
maaf, pranacitra tuh apa?
silakan berkunjung… 😀
http://popnote.wordpress.com
wah ada mistery guest ya… siapa ya… gak tau dah saya. haha
wuaah…indah nian Om…
Sy mbacanya sambil nyanyi lho Om…
Yen taksawang-sawang, takmat-mataken, sajake leres niki seratanipun Gus’kar…
Leres to Om?
belakangan ini aku juga suka gumamin ini, padahal yang tau liriknya cuma baris pertama doang he..he
pasti karna kran airnya dimatikan ya Bu, makanya cm baris pertama yg dinyanyikan 😀
*korban iklan: hemat*
Baru semalam saya gojegan dengan partner saya, saya bilang: kita ini bagaikan Pranacitra dan Sabuk Inten. Dia ketawa ngakak. Saya jadi malu. Memang pasangannya Pranacitra itu siapa sih mas namanya?
Hehehe… waton njeplak saja kadang saya ini 🙂
hi….. hi…. mbak Dian bisa aja, apa kabar…?
pasangannya jeng Roro Mendut mbak
guskar,tak ada lain
nuansa hatinya saya kenal bang’ get
salam untuk Guskar
salam hangat dari Surabaya
sepertinya ini tulisan nya Guskar ya ,Mas ?
kenapa kok sedih sekali? aku ngetik komen sambil berkaca2 mataku jadinya …. 😦
kerinduan pada seorang kekasih, memang sangat menyakitkan ya Mas.
seperti yg dirasakan Juliet dan Pranacitra ini ………..
salam
ga tau om, nunggu dikasih tau aja deh
Saya juga nebaknya ini tulisan Paklik Guskar 😀
Walah, koq jadi tebak penulis nih, he6, yg rajin blogwalking pasti tahu nih siapa penulisnya ^_^
kayaknya saya perlu nanya Koes Hendratmo jawaban kuis siapa dia ini nih Om 😀
saya mau buat blog kaya gini,,kayanya sastra abis gitu,,,hehe^^
aha…siapapun dia, aku suka lagu ini “Yen ing tawang ono lintang” sama 1 lg ” stasiun balapan” hedew… coz 2 lagu ini buat slg nyek2-an biasane…hehehe
Suka sama ceritanya. Kalau penulisnya, nggak tau, hehe..
Ini 2 kisah kasih tak sampai dari 2 benua yg terpadu mengharukan, seharusnya Juliet naik pelaminan diiringi Kebo Giro ya. pak lik ada lanjutan antara Romeo dan Roro Mendut?
Duh..duh..mba Monda apal bener ceritanya ya…
Kalo yang versi Drama Korea nya apal juga gak mba…hihihi…
melihat kata-katanya mungkin ini adalah karya pemilik padeblogan yang pergi tanpa pesan.. hiks
Pranacitra itu sepupu jauhnya romeo ya? tapi seharusnya juliet bunuh diri, nyusul pranacitra
Sing tekun golek teken bakal tekan, asal ora tokan takon…
ahaaaaaaaaa… itu kam semboyan kyaine.. hie hie hie.. mbuntutin
Seperti Juliet, saya tidak mengerti arti dari barisan tembang-tembang di atas, tapi hanya dapat merasakan tembang yang begitu sedih menusuk jantung hati, merasuk ke dalam sanubari jiwa.
Ditambah lagi dengan penulisnya yang MISTERIUS, semakin sempurnalah ketidak mengertian saya…he3x 🙂
setuju dengan mbak Monda..
kalo pewayangan kok jadi inget Paklik guskar..
iya gak om..
Bagus ini critanya. aku sukaaa. hehhe
Boleh tukeran link pakdhe?
Salam kenal 🙂
Konon, latar belakang lahirnya penciptaan lagu yen ing tawang ana lintang ini, ketika pak Andjar Any (pencipta lagu ini) sedang ketar-ketir menantikan kelahiran anak pertamanya di sebuah rumah bersalin. Ia menunggu di luar gedung. Waktu itu malam hari yang cerah di langit banyak bertabur bintang. Sang jabang bayi lahir ternyata perempuan, maka di lagu itu ada kata “cah ayu”.
Kalau kita perhatikan, hanya bu Waldjinah yg tetap menggunakan kata “cah ayu” ketika menyanyikan lagu itu, bukan mengganti dengan kata “cah bagus” misalnya.
**pak NH, salam untuk penulis artikel tamu ini. Mas S alias pak MT, bukan? 😀
munculne tiba-tiba.. mencurigakan… *pasang muka curiga*.
berharap bisa komeng di padeblogan *pasang muka memelas*
Fuihhhhhhhhhhhh *keringet dingin*
weh… Pelaku kok ikut nebak juga to Gus? *tetep kekeuh sm tebakan awal :D*
Anjar Any ini sama nggak dengan Any Asmoro, yang suka mengarang cerpen bahasa Jawa?
Tapi lagu “Yen ing tawang ono lintang” ini memang indah….
kalau di suruh nebak… hhh.. saiia masih blm bisa tau ini ciri tulisan siapa kang.. soalnya jarang BW sii 😦
Sapa ya Om???
Taluk ah Om…
ahhh ….
jadi gimana gitu …
wes ngarep dipek mantu karo wong jowo eh
malah kepincut karo cah sumedang
huaaaaaaaaaa……………..
eh disuruh nebak siapa pengarangnya ya om?
Nyerah aja deh, blom hapal ama gaya menulisnya teman2 blogger hehehe
Kok aku nebaknya mbak chocho ya?
Baca judul dan paragrag awal lsg ngebatin
Kalau ini Mas Guskar
Kapan ya kita bisa koment di rumahnya Mas Guskar
Ayooo Mas di buka atuh gemboknya
memang hatiku kuat ke Guskar.. 🙂
tapi kurasa ini tulisan sist Chocovanila, kenapa? karena kavling diatas (setelah uda Ded) berarti diisi dengan penulis cewek, dan satu lagi, sist cho seringkali menuliskan aroma percintaan di blognya, dan cerita ini, bernafas sama dengan yang satu lagi pernah sist cho buat itu, (penari, red) ingat kan Oom?? hehehhe…
*sok menganalisa*
salam buat mystery guest nya deh Oom.. 🙂
Waduh orang-orang bilang mas Guskar, lha saya aja belum kenal..wkkakakaka…
tulisan ini khas banget kayanya, saya merasakan kesan klasik dan gimana begitu… 🙂
pada gak ada yang ngaku ya, om trainer memang pualing bisa mbikin penasaran saja
Siapa om pengisi tanda tanya di atas itu ?
Mbrebes mili,hiks..hiks..
kalo ada pranacitra kok aku pasti inget roro mendut ya… dan personifikasi roro mendut dalam benak saya adalah Mbak Mer he.he.eh
caranya ngrokok itu loh…
salam,
meweeeeekkk …
huaaaa.. mbaca ini setelah selesai mbaca postingan dia adalah..
sayaang aku telat. padahal kalau aku baca dulu, aku pasti bisa nebak.
bissa nebak nek salaah.
aku juga pasti ikut – ikutan nebak kang guskar
*Sambil ikut meratap di depan pintu*
dua tokoh beda jaman beda latar belakang, tp kok pas banget dipadupadankan. maklum keduanya sama2 bernasib tragis.
penulisnya yg hebat… 😉
saya tahu Om….ibu Choco Vanila 😀
Alur flash back…saya datang dari masa depan, makanya bisa jawab 😀
Lagu itu. saya jadi teringat, lagu itu lah yang kerap dinyanyikan oleh pengamen di sepanjang pantura
Lho, rasanya bait di atas dinyanyikan ama bapak-bapak di iklan operator seluler Tri ya… 😆