QUESTION


– 

Aku bukan orang yang berkecimpung dibidang Jurnalistik.  Aku pun tidak tau tekhnik jurnalistik yang baik.  Namun aku percaya,  pasti ada pelajaran mengenai tekhnik menggali berita dengan cara bertanya kepada nara sumber.

Pasti ada teorinya … pasti ada caranya … (dan pasti ada etikanya …)

Bagaimana cara bertanya yang baik … untuk mendapatkan berita yang baik pula …

 

Pada beberapa kali kesempatan … aku kadang melihat Reporter TV mewawancarai nara sumber … aku melihat ada beberapa hal yang sepertinya kurang pada tempatnya.  Untuk jelasnya aku kemukakan beberapa contoh imajiner … rekaanku sendiri … karena aku terus terang tidak mencatat secara spesifik contoh riilnya …

 

Contoh imaginer #1.

Hotline news … aku lupa bencana apa … (kalau tidak salah Banjir atau Longsor …)

Kejadian baru saja berlangsung 1 – 2 jam yang lalu …

Reporter melaporkan langsung dari TKP … ba bi bu sebentar … lalu bertanya pada salah satu korban di pengungsian sementara …

”Apa sudah ada bantuan dari pemerintah bu …??”

”Belum” … tentu saja korban akan menjawab seperti itu … hawong kejadiannya barruuuu saja terjadi …  Lalu sang doktorandus reporter heroik kesiangan itu bicara …

”Pemirsa … kita patut mempertanyakan pemerintah … mengapa penanganan lambat sekali … para korban menderita tanpa bantuan dari pemerintah …”

C’mon you Guys … Aku bukan orang pemerintahan … Tapi sepertinya untuk mengkoordinasikan bantuan tidak bisa secepat itu kawan …

 

Contoh imaginer #2.

Reportase dari sebuah desa nelayan … Dilaporkan Nelayan banyak yang tidak melaut karena cuaca buruk … Karena tidak melaut tentu mereka banyak yang berdiam saja di rumah … mata pencaharian tersendat.  Kembali doktorandus reporter caca marica hey hey heroik kesiangan itu … bertanya …

”Apa sudah ada bantuan dari Pemerintah …???” (hah … apa tidak ada pertanyaan yang lain sih …??? kok nanya batuan pemerintah melulu … ??? …)

Tentu saja mereka akan menjawab … ”Belum …”

Dan kembali reporter TV berujar dengan kata-kata tendensiusnya …”Pemirsa … kita patut prihatin dengan Sikap Pemerintah … yang tidak memperhatikan nasib mereka … ”

Urusan cuaca buruk pun menjadi beban pemerintah …

 

Contoh imaginer #3.

Di sebuah warung, banyak pemuda nongkrong … cengar-cengir … rokokan klepas-klepus … sambil gitaran yang senarnya tidak di stem dengan baik (i.e sumbang sangat).  Dan kembali … Reporter dengan gaya heroik alayum gambreng … tanpa bertanya – tanya … langsung melaporkan … sambil pasang muka a simetris dan mencibir : ”Permirsa … kita lihat … pemerintah sama sekali tidak peduli dengan nasib para pemuda ini … pemerintah telah gagal … sekali lagi pemerintah telah gagal menyediakan lapangan kerja bagi para pemuda ini …” (Nadanya Tak kalah sumbang dengan gitar milik pemuda nongkrong tersebut …)

 

See ??? … pemuda nongkrong – gondrong – pemalas – rokok-an – gitaran … pun menjadi beban pemerintah … Please deh … mentalitas manusia … jangan dicampur adukkan dengan ketidak mampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja …

 

BTW … lapangan kerja manapun akan menutup dirinya bagi orang yang pemalas seperti ini.   

Bisa jadi mereka yang nongkrong di warung itu … sudah melakukan kebiasaanya ini sejak mereka di SMA … bolos belajar … mangkir sekolah … tak punya ilmu tak punya ketrampilan … berlanjut terus sampai sekarang … menjadi doktorandus preman yang kerjanya hanya gitaran – rokokan – dan ngompas pedagang … !!! (Tapi di bela oleh doktorandus Reporter alaiyum gambreng itu … !!!

 

Semoga ini hanya sekedar imajinasi lebayku saja … dan tidak terjadi di kehidupan jurnalistik yang sebenarnya … !!!

.

.

.

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

28 tanggapan untuk “QUESTION”

  1. Om om ..wawancara imaginernya kurang seru…harusnya wawancara antara dewi persik sama syaiful jamil gituh loh om…

    atau atau..MArcella Zalianty ..kekek..yang gosip gosip aja deh ommnyaaaa

    *kekekekekeke*

    nh18 to Yessy
    Kalo urusan inpotainmen …
    aku serahkan sepenuhnya pada yang ahli …
    Silahkan rekan Yessy … laporannya … ???

  2. Yg lebih sebel lagi kalau pas ada bencana lalu yg ditanya pejabat Pemda lalu bilang belum ada bantuan dari pusat … weleh-weleh anggaran daerah yg bermilyar-milyar itu buat apa ??? beli mobil dan seragam dinas, studi banding, dll. Sedikit-sedikit kok minta bantuan pemerintah pusat, kalau sekedar untuk keperluan darurat mosok sih pemda nggak punya duit sama sekali ???

  3. Pak Oemar dan Yessy yang kebut-kebutan …
    Gua yang kesenengan … Blog gua jadi rame ….
    Ayo mare… maree…. sapa yang mau balapan lageee ….

    Hahahhaha

  4. Om,, kayanya kok dari kemaren sentimen sama doktorandus …
    Untung jaman sekarang udah gak ada doktorandus,, hehee …

    Mmm Om,, aku setuju banget ma contoh imaginer #3…
    Atau mungkin maksud si Reporter, kesalahan Pemerintah karna tak menyediakan pendidikan murah untuk rakyat ..??

    Ampuwn,, Muzda ngelunjak lagi 😀

  5. Koq sama sama menulis tentang jurnalist ya….aku nggak ngerti om….keajaiban apa ini ya? Jangan salah loh…masih banyak juga wartawan yang tinggal enaknya nyadur berita dari temen2nya sendiri yang bergerak di media lain. Enak kalo sudah corosscheck nah kalo belum…kaco deh….WTS juga banyak = Wartawan Tanpa Surat kabar…..mudah2an seperti harapan kita, jurnalist itu menulis sesuai dengan kode etik jurnalistiknya….Merdeka Weice!

  6. Wartawan amplop juga banyak, menulis hanya sekedar cari duit. Bayaran gede…tulisan di bagusin…bayaran kecil…beritanya bokbrok…cuapek dueeeeeh…jongkok deeeeeeh

  7. Kalau di Jepang lain lagi. Ada satu kata, “Gambattekudasai”,
    artinya “Selamat Berjuang/berusaha”.
    Memang kata ini sering dipakai. Dan kata ini kebetulan terucapkan oleh reporter TV pada korban gempa bumi . Marahlah mereka, karena seakan mrk tidak berjuang menghadapi musibah alam. Padahal bagaimana mau berjuang, jika lifelines (makanan, listrik, gas, air) tidak ada. Sejak itu tidak pernah terdengar lagi kata “Gambattekudasai”, pada liputan musibah bencana alam.

    Mungkin reporter imaginer mas harus ikut kuliah dasar jurnalistik lagi tuh. (Aku pernah baca bukunya kok…. soal pertanyaan yang baik dan benar dalam liputan)

    EM

  8. Hahahaha…si mbak di rumah paling kesal kalau mendengar reporter yang kadang berlebihan, komentarnya..”Yang gini nih bu, yang bikin rakyat yang ga terpikir jadi ikutan sebel…”
    Jadi mestinya ada kode etik jurnalisme ya….tapi memang rasanya sekarang kayaknya reporter TV sering kebablasan….

  9. Serius banget ni postingan.

    Saya curiga, pertanyaan doktorandus wartawanus itu juga sudah didesain Om. Misinya adlah menanamkan mindset ke rakyat Indonesia biar berpangku tangan sama orang lain, sama Pemerintah. Menyedihkan.

  10. Aku jadi ingat dengan salah satu berita penggusuran rumah-rumah liar di pinggiran Jakarta. Saat itu, liputannya dibuat sangat menyedihkan dan menyudutkan pemerintah. Padahal, sejatinya, penduduk rumah-rumah liar itu sudah diperingatkan untuk segera mencari tempat tinggal baru karena mereka menempati lahan yang berbahaya, tapi mereka diam saja. Giliran terpaksa digusur, eh media malah menyorot kekejaman pemerintahan.

    Entahlah, Om.
    Boleh nggak sih, media memiliki opini? Bukankah mereka seharusnya menyajikan fakta saja dan mempersilahkan masyarakat menilai sendiri?

    *hla, hla.. kok malah OOT deh, kayaknya… hihihihihi*

  11. Hoi, Om! Ini postingan mantab sangat! Om jeli!!

    Memang, semua teknik itu dipelajari. Ada disiplin ilmunya. Baik di bidang kajian Ilmu Komunikasi maupun secara khusus di Jurnalistik. Hanya saja, begitu tumpah di lapangan, banyak sekali para doktorandus yang tidak menggunakan nalar serta etika jurnalistik. Entah brainwashing semacam apa yang diterapkan oleh perusahaan medianya. Sepertinya mereka kebanyakan di lapangan, berkejaran setor berita, dan lupa mengasah otak dan memperkaya wawasan.

    Contoh-contoh yang Om suguhkan bukan saja imajener. Namun memang betul-betul kerap terjadi. Aku suka geram melihat reporter-reporter culun seperti itu. Reporer-reporter yang mencelatkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak cerdas sama sekali.

    Alangkah bodohnya menyodorkan pertanyaan pada korban kecelakaan yang masih menangis meraung-raung bersimbang darah di sisi kendaraannya:

    “Bagaimana kronologis kejadiannya? Lantas bagaimana perasaan Ibu?”

    Memang, perang media, perang berita, adu cepat, kerap menyebabkan jurnalis menjadi tumpul di lapangan.

  12. Wah benar pak. Sk geram jg kalo ngeliat doktorandus sang reporter spt kisah di atas. 👿

    jadi…qt jgn mudah percaya dg apa yg dikatakan media. Harus ada filter, dipilah2 mana good news mana bad news.

  13. justru harus begitu, media harus jadi sarana pressure dan watch dog bagi pemerintah. bahkan, sebenarnya pressure media terhadap pemerintah sekarang ini masih sangat lemah dan kurang berpengaruh.

  14. Jeli sangat bos ini.
    Aku juga kerap menyaksikannya.
    Bahkan sebuah televisi yang menghkhususkan pada acara berita, ternyata reporternya banyak yang di bawah standar, pertanyaannya sering membuat kita yang menonton naik darah. Begitulah kalau bekerja tidak dengan passion. Bisa jadi, mereka hanya kepepet jadi reporter, bukan atas pilihan yang mantab…

  15. Bang…kalo pemirsanya semua seperti Abang dan yang ngasih komen disini…dijamin bisa bedain mana yang patut dan ga patut…mana yang bener dan ga bener…

    aduh…senengnya jadi one of pemerintah…ternyata banyak yang belain…bukan cuma bete sendiri kalo liat dan baca berita dengan format gitu..

    karena saya tau sendiri bahwa kami, pemerintah, berusaha maksimal buat negara tercinta ini..(at least my institution lo…)

  16. mungkiin reporternya sudah ada list standar pertanyaannya ya om..
    jadi dimanapun ya.. pertanyaan no.1… blabla.. no2.. bla…
    supaya sesuai dengan standar ISO 2000 hehehe

  17. Setuju, Om. Aku juga sebel banget ma reporter model ca ca marica hey hey gitu. Kadang-kadang gak ada apa-apa juga nyalahin pemerintah, goreng telor gosong pemerintah yang salah…. hyahahaha….. lebaaaayyyy….

  18. iya nich setuju sama Muzda, kayanya ada beberapa kali tulisan om nyebut2 doktorandus….apakah ada udang dibalik peyek 😀 .

    Memang lebih mudah kalau bicara, dan menyalahkan orang lain…nek disuruh mikir dewe ya si reporter itu pasti bingung

  19. Mengapa banyak reporter yang senang menyalah-nyalahkan pemerintah? Suatu tanda bahwa mereka menjadi oposisi terhadap pemerintah, atau mereka kritis terhadap pemerintah.

    Dan mengapa pihak media juga tidak ambil pusing dengan tindakan reporter tsb? Mungkin supaya tambah ramai, sebab ada kambing hitamnya

  20. gimana kalo sekali2 om bikinin ajah doktorandus reporter alaiyum gambreng itu daftar pertanyaan om. sapa tau lebih berbobot n ga nyalahin pemerintah terus. ga tau kali kerjaan pemerintah seabreg, xixixixixi……………

any comments sodara-sodara ?