PENJARINGAN


.

Ini nama satu daerah di Jakarta Utara ….

Jum’at, 17 Desember 2010
Karena ada satu tugas untuk mendampingi salah seorang Trainee yang bertugas di Jakarta Utara,  Trainer mengadakan kunjungan Lapangan/Market Visit ke daerah Penjaringan, Jembatan Tiga, Jakarta Utara.

Trainer sudah sering sekali menyusuri perkampungan-perkampungan di Jakarta ataupun di Kota-kota besar lainnya.  Entah karena tugas ataupun karena keperluan-keperluan yang lain.  Namun jujur saja … saya baru pertama kali memasuki perkampungan yang ada di daerah Jakarta Utara tersebut.

What So Spesial about it ?
Kesan pertama saya adalah … RAPET dan RENGKET.
Memang yang namanya perkampungan di kota besar … itu pasti Rapet dan Rengket.  Namun baru kali ini saya menemui perkampungan yang populasi rumah dan manusianya sedemikian rapat.  Sempit. 
Rumah permanen, Rumah petak, besar dan kecil, dari kayu, dari tripleks, bedeng berbagai bentuk, berbaur dengan toko, warung, kedai, kios, lapak, bengkel … bahkan sekolah dan sebagainya.  Ada SD Penjaringan, SMA 111 dan juga SMP N 21 disana

Belum lagi jika anda melongok ke komunitas yang tinggal dan hidup di bawah jalan Tol.  Ya mereka membangun bedeng-bedeng di bawah Jalan Tol … dan itu once again “umpel-umpelan” ndak keruan.  Trainer hanya bisa menarik nafas panjang.  Berjejalan sodara.  Sebagian besar kalau saya lihat berprofesi sebagai pemulung.  Ada banyak tumpukan-tumpukan plastik dimana-mana.

Sebetulnya kalau mau di bilang kumuh juga tidak … karena saya tidak mencium bau-bau yang mengganggu disana.  Air selokan becek yang meluber kemana-mana pun tidak saya temui.  Dan saya pun tidak melihat tumpukan sampah rumah tangga yang menggunung atau semacamnya.  Namun entah mengapa … saya merasa ini adalah perkampungan yang densitas penduduknya paling Rapat dan Padat yang pernah saya lihat.  Seolah sulit kita menarik nafas.

Kalau tidak salah ingat, menurut informasi berita yang saya dengar dari Mass Media Televisi beberapa bulan yang lalu.  Perkampungan yang paling padat di Jakarta itu justru sebetulnya bukan di Penjaringan, tetapi di Kecamatan Tambora Jakarta Barat.

Wah … Saya pun lantas berfikir …
Penjaringan ini saja sudah sedemikian super padat … Apalagi Kecamatan Tambora ya …? Saya tidak bisa membayangkan …

Tentu pembaca akan berkomentar …
Kok ndak ada laporan pandangan lensanya Om ? Kok ndak ada Fotonya Om ?
No … tidak … kebetulan saya tidak membawa kamera pagi tadi.

Dan kalaupun saya membawa kamera, sepertinya saya tidak akan memfoto … apalagi mempostingkannya disini … (sebab ini bukan komoditas tontonan)

Sekali lagi …
Saya katakan … bahwa Trainer sudah sering sekali berjalan-jalan di Perkampungan yang Padat (bahkan kumuh) … namun saya harus akui … Pagi tadi … ketika market visit ke Penjaringan itu … bulu kuduk saya bergidik … It’s just amazed ajah …
Ini masalah perkotaan klasik … yang tidak mudah untuk ditanggulangi …

Suatu saat saya harus berkunjung ke Tambora … yang katanya perkampungan paling padat di Jakarta itu … (dan tetap … Tanpa Kamera …)

BTW …
Apa para pembaca pernah ke Penjaringan ?
Apa para pembaca pernah ke Tambora ?
Boleh sharing cerita nggak ?

Salam saya

.

.

.

Note :

Menurut hasil Badan Pusat Statistik, Hasil Sensus 2010.
Kecamatan Tambora mempunyai tingkat kepadatan penduduk sebesar 43.776 orang per kilo meter persegi
Penjaringan … (masih saya cari datanya)

 

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

26 tanggapan untuk “PENJARINGAN”

  1. Saya belum pernah pergi kedua daerah itu, Om.
    Tapi, saya pernah sekali waktu menonton reportase soal perkampungan di bawah jalan itu. Mengerikan memang… Ya, semoga Pemerintah berhasil mengentaskan persoalan klasik ini…

  2. Pernah Om. Karena teman saya pernah ada yg tinggal di tempat kumuh. Yang ukurannya kecil tapi dihuni sekeluarga besar. Dan saya dulu sering main ke sana.

    Puji Tuhan teman saya kemudian mentas dan hidup baik sekarang.

  3. Saya belum pernah kesana Om, kayaknya bukan tempat yang nyaman untuk ditinggali yah (kalau masih ada pilihan tempat tinggal lain)
    Kalau saya pernah nginep dimanggarai (rumah teman) mungkin sama keadaannya dengan dipenjaringan, sumpek, banyak nyamuk, berisik dan puanas Om.
    Salam.. .

  4. Tapi kita harus salut inyiakk
    Sama mereka,,mereka mampu bertahan hidup bahkan bertahun-tahun tinggal disana
    ALLAH memang maha adil,,
    Mereka yang tinggal disana jarang sakit kan,,walaupun kadang sirkulasi udaranya gak sehat
    Mereka bahagia aja,, dan menikmati hidup
    Beda ama Kita yang tinggal dirumah layak,,hidup teratur,, AC mati dikit lsg komplain,, dikit-dikit ngeluh
    He he he suka sama postingan ini,,
    Ngajarin kita untk lebih banyak bersyukur

  5. terus terang kedua tempat itu belum pernah dilalui..kalaupun sempat ke Jakarta paling tahunya hanya Monas, Senayan dan Taman Mini…

    SALAM hangat kami dari Kendari… 8)

  6. Belum pernah ke sana Om, juga Tambora.
    semoga pemerintah mau dan mampu mengatasi masalah ini.

    Selamat berlibur Om
    Salam dari kota Daeng

  7. hampir sebulan sekali ke pemukiman spt itu utk psn cari2 jentik nyamuk, begitulah rumah kecil dan rapat, bahkan tanpa ventilasi memadai dihuni banyak orang, bahkan remaja pria pilih tidur di musola, tak heran banyak masalah kesehatan di sana

  8. tulisan Mas Enha ini saja sudah cukup bagiku utk bisa ikut merasakan kepadatan yg umpel2an itu tadi , walau tanpa foto sekalipun .

    masih mungkin gak ya , akan ada perbaikan dan perhatian dr Pemda DKI sendiri, utk membuat tempat ini, menjadi agak sedikit nyaman?
    (syusyah kayaknya ya Mas ) 😦

    salam

  9. Pemerintah kadang salah tingkah jika melihat situasi seperti itu.
    Sebagai contoh mereka yang tinggal di bawah jembatan tol dengan bedeng-bedeng itu. Tidak ditertibkan kok nyepetin mata, kalau digusur pasti ada resistensi, entah dari penghuninya maupun dari organisasi yang muncul tiba-tiba dengan nama : Forum Rumah Bedeng Bersatu (FRBB),
    PPBJT (Persatuan Penghuni Bedeng Jembatan Tol),
    BHUTG (Bedeng House Under Tol Group),
    POBJ (Paguyuban Omah Bedeng Jakarta).
    MSETGSE (Mbedeng Sing Enak Tapi Gak Sak Enake ),
    BJITB (Bedeng Jakarta Is The Best),
    BSBM (Bukan Salah Bedeng Mengandung),
    LBMDPKL ( Lebih Baik Mbedeng Daripada Pulang Kampung Lagi, dll.

    Tetapi menurut saya, sebaiknya ditertibkan karena bawah jembatan tol itu bukan tanah nenek mereka, nenek dari Hongkong !! Kalau nanti seluruh bawah jembatan tol dijadikan perumahan bedeng raksasa malah repot ngurus ganti ruginya.

    Selama 7 tahun saya dinas di Jakarta belum pernah masuk kampung2 itu Oom, ke Pasar Tanah Abang saja saya belum pernah. Maklum tugas saya kan lebih banyak ke luar negeri daripada di dalam negeri….. Dirkersin gitu loch…….ha ha ha ha..sedakep sambil ngepul…..

    Salam hangat dari Surabaya

  10. mirip kek babakan fakultas di belakang kampus IPB Branangsiang ituh kah Kek? Oyen waktu lewat sanah mpe nyasar masuk ke dapur orang, saking sempitnyah 😦

    Alhamdulillah, keadaan kita jauh lebih baik… semoga kemiskinan struktural ini bisa segera diatasi dengan sistem dan kepemimpinan yang lebih baik ke depan, Amin

    sungkem Kek 😀

  11. saya udah pernah ke daerah itu om,,
    nyari alamat orang kampung yang katanya tinggal disitu,,
    ninggalin kampung untuk berdesakan diibu kota,, hiks,,,
    gak kalah sesak dan nestapanya daerah Pesing Jakbar Om,, 😦

  12. Yang mengenaskan, di kawasan-kawasan seperti inilah yang sering terjadi kebakaran. Dan karena padatnya pemukiman, serta jalan yang sempit sehingga tidak bisa dimasuki mobil damkar, biasanya sangat sedikit (hampir tidak ada) yang bisa diselamatkan … 😦

any comments sodara-sodara ?