TRAFFIC FLOW


Ini bukan tentang lalu lintas kendaraan di jalan raya, tapi tentang arus lalu lintas keluar masuknya konsumen di gerai kuliner.  Saya ingin membahas mengenai cepat-lambatnya arus perputaran pelanggan di dalam gerai makan-minum (cafe, restoran, warung dsb)

Untuk ilustrasi, ada sebuah cafe sebut saja namanya “Cafe Nanang”.  Cafe kecil ini menjual nasi goreng aneka jenis serta berbagai minuman panas dan dingin.  Mulai dari kopi sampai jus.

meja-kursi

Di Cafe Nanang ada lima meja, masing-masing mempunyai empat kursi.  Jika gerai tersebut full, kapasitas cafe ini bisa menampung maksimal 20 orang.  Cafe Nanang buka enam jam setiap hari, dari jam 16.00 sampai 22.00 malam.  Anggap saja rata-rata konsumen satu kali bersantap waktunya adalah 1,5 jam (ditambah waktu tunggu pesanan dan peralihan antara rombongan tamu satu dan yang lainnya). Maka jumlah tamu maksimal yang bisa dilayani dalam sehari adalah (6 jam : 1,5 jam) X 5 meja X 4 orang = 80 orang.  Lumayan ramai bukan.  Dengan catatan ini traffic flownya lancar dan normal-normal saja.  Jika waktu santap dan waktu tunggu lebih cepat, tentu potensi orang yang datang bisa lebih banyak lagi.

Namun coba bayangkan jika situasinya adalah sebagai berikut.  Pada suatu hari yang naas datanglah konsumen-konsumen sebagai berikut :

  • Meja 1 : ada satu orang mahasiswa tingkat akhir yang sedang menulis skripsi.  Dia mengetik skripsinya di gerai ini.
  • Meja 2 : sepasang kekasih pria wanita yang sedang kasmaran, duduk berlama-lama saling rayu merayu silih berganti, merenda masa depan.
  • Meja 3 : seorang penulis naskah sinetron.  Inspirasi menulis sedang jos-josnya.  Ada beberapa episode skenario sinetron berhasil dia ketik disana.
  • Meja 4 : seorang graphic designer, sedang dikejar deadline untuk mendesign beberapa animasi.  Sengaja duduk di cafe berlama-lama sekalian untuk mencari inspirasi.
  • Meja 5 : seorang kutu buku, dia membaca sepanjang waktu.  Habis buku yang satu dilanjut buku yang lainnya

Total hanya ada 6 orang pengunjung.  Dan apesnya, seharian itu masing-masing hanya memesan satu porsi nasi goreng, secangkir kopi dan satu gelas teh tawar (Teh ini complimentary-gratis dan bisa di refill pula).  (Kurang ajarnya ada beberapa dari mereka yang malah bawa snack tambahan dan tumbler infused water sendiri dari rumah).  (Mohon maaf, sengaja saya mengambil contoh yang sangat ekstrim untuk memudahkan ilustrasi saja)

Anda bisa bayangkan jika normalnya sehari bisa 80 orang yang datang, namun dalam situasi naas contoh di atas hanya 6 orang saja.  Cuma seper-tigabelas-nya saja.  Tentu saja pengusaha Cafe Nanang akan menangis sedih.  Rugi bandar.  Belum lagi ada banyak calon pembeli yang kecewa, balik badan tidak jadi bersantap di cafe tersebut, karena mejanya sudah terisi penuh (walaupun terisi hanya 1 – 2 orang per meja saja)

Di sinilah pentingnya pengusaha kuliner memikirkan Traffic Flow.  Bagaimana mengoptimalkan waktu dan tempat yang ada, sedemikian rupa, agar bisa dimanfaatkan untuk melayani sebanyak mungkin pelanggan.  Tamu bisa datang silih berganti dengan perputaran yang (sangat) cepat.

p4022513rev

Bagaimana caranya?

Ada beberapa cara bisa dilakukan.  Di antaranya adalah dengan mempercepat waktu penyajian dan menggunakan perabot meja kursi yang tidak begitu nyaman (maksudnya : tidak enak diduduki dalam waktu yang lama). Kita harus membuat kondisi sedemikian rupa agar konsumen tidak melakukan hal-hal yang lain berlama-lama.  Buat mereka datang ke gerai anda hanya untuk bersantap.  SMBLP = selesai makan, bayar langsung pergi.  Sehingga tempatnya bisa segera diisi oleh konsumen baru lainnya.

Ada satu contoh upaya lain yang dilakukan oleh sebuah restoran terkenal di Jakarta, untuk meningkatkan traffic flow konsumen di gerai-gerainya.  Ketika kita selesai makan, masih asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba pelayan datang dan membereskan perabot makan kita dengan heboh, dan demonstratif.  Prang-preng-pring-prung bunyi denting alat makan dan piring (seolah) sengaja dibentur-benturkan dengan keras.  Sambil berkata “Ini bisa kita bersihkan ya Pak/Bu?” (Memang ngomongnya sih sopan, tapi taukah anda ini cara mengusir yang paling eiylekhan)(Konsumen yang tau diri pasti akan segera minggat) 

Kadang ditambah lagi dengan kata-kata basa-basi “Apa masih mau pesan makanan yang lain?” Sambil tersenyum penuh arti.  (Dan arti penuh senyum itu adalah “Kalau nggak ada pesanan lagi … please get out of here!”)(Pergi … gi … gi …gi …)

.

Mungkin pembaca akan bertanya : “Lho kan ada banyak orang yang pengen santai nongkrong, ngobrol berlama-lama di cafe Om ?”

Nah kalau yang ini lain lagi.  Jika gerai anda konsepnya memang untuk nongkrong berlama-lama, maka menurut saya anda sebaiknya harus punya ruang yang luas, meja yang banyak, kursi yang nyaman, fasilitas wi-fi yang kenceng dan colokan listrik yang cukup. 

Porsi makanan dan minumannya sengaja anda buat “nanggung” (baca : sedikit!) agar mereka mau tidak mau harus pesan berkali-kali supaya kenyang.  Tidak usahlah gaya-gayaan pakai fasilitas minuman gratis refill dan complimentary segala.  Semua harus bayar.  Every drops count! (Pengusaha kikir)

Dan satu lagi yang paling penting.  Tetapkan HARGA yang (sangat) mahal!  (Hihihi … ketawa mak lampir) (Ini untuk membayar harga makanan, fee fasilitas pendukung, sewa tempat,  dan juga pengganti ongkos kerugian karena tempat tersebut dikuasai sedemikian lama oleh sang tamu).  Deal?

Mau coba?

Silakan! (Tapi resiko ditanggung sendiri-sendiri ya)

Salam saya

om-trainer1.

.

Note :

Ini BUKAN kiat bisnis kuliner!
Sumpah!

.

.

.

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

27 tanggapan untuk “TRAFFIC FLOW”

  1. Ahh..Om ngikik ketawa di balik selimut niy.
    Bener banget, aku tuh pemerhati traffic flow di tempat makan. Makanya suka tau diri, kalo emang buat makan aja obrolan singkat milih cafe A. Ato kalo sekedar meeting obrol2 sante, ngopi, cari cafe B yg konsepnya sante, membeli service meski agak mihil. Tapi kita puas haha hihii onlen tanpa diusir..
    Jadi pinter2 kita memilih tempat makan dan tujuannya apa.

  2. Sering banget kalau di salah satu restoran kopi cuma ada satu orang permeja yang duduk lamaaaaa banget dan ga pergi2 hahaha kalau buat pengusahanya pasti rugi ya karena jadi ga optimal pelanggan ya datang nya 😂

  3. Oh kalau aku sih biasanya tidak suka berlama-lama di suatu tempat. Jadi ingat di Cafe Ol*l* tuh muahal banget untuk bayar wifinya hehehe.

    Kalau di sini pelayan HARUS membersihkan begitu selesai makan, kalau tidak justru dikomplain oleh pengunjung. Tapi ya biasanya pengunjung tahu diri sih, terutama jika pelayan refill isi gelas minum air putih terus-terusan. Etapi di sini seringnya siang ada last order sampai jam 3, lalu istirahat utk mulai dinner time jam 6 sore (mahal sih biaya pelayan di sini).

  4. Sering banget kalau di salah satu restoran kopi cuma ada satu orang permeja yang duduk lamaaaaa banget dan ga pergi2 hahaha kalau buat pengusahanya pasti rugi ya karena jadi ga optimal pelanggan ya datang nya

  5. Saya pernah agak diusir. Ngafe maksi bareng teman2, ngerumpi, ga pulang2. Jam 15 an gitu, sound system disetel kweras banget…Hehe…ya deh. Bayar2…

  6. hihihi betul juga Om. Aku juga nggak pernah lama-lama di tempat makan, yg penting jepret2 udah kelar makan kelar ya langsung pergi deh. Apalagi tempatnya rame, pasti nggak nyaman buat berlama-lama.

  7. Biasanya klo udah turun makanan dalam perut, aku udah angkat kaki om. Eh tentunya setelah bayar hehe… Mungkin klo coffee shop yang bisa duduk2 rada lamaa ya cuma kan ttp harus tau dirii 😹

  8. Saya sepakat sama fasilitas wi-fi dan colokan gratis itu, Om.. 😀
    Itu wajib ada bagi cafe yang memang bergerak dalam bidang ‘tongkrongan’.
    (Semoga gak keliatan kalo saya pemburu dua hal gratisan itu, hahaha)

    Salam hangat dari Bondowoso..

  9. Hihihi …
    Aduh, sumpah ngikik. Suamiku harus baca tips ini deh, Oom. Makasih atas share-nya.
    Setuju pisan, euy, kalo menu harus mihil utk cafe yg pasang wifi.
    Anak2 abege mah betah banget nongkrong di warung! Duh, harga menu harus naik nih.
    *lapor ke suami*

  10. Om, apa kabar? senengnya bisa ke sini. Aku malah enggak begitu memperhatikan adanya traffic flow dalam dunia bisnis kuliner ini. Tapi memang semuanya harus dipikirkan matang-matang untuk menjalankan bisnis kuliner ya, kalau ada konsumen yang seperti om ceritain tadi.

  11. ilmu ini juga pernah presty terima pas kuliah. bagaimana mendesain rumah makan supaya orang yang belanja makannya cepet, dan g nyaman duduk lama2 d restoran. xixixi..
    pas sekarang buka warung makan kecil2an sendiri, dengan toko yang ga luas, kepake juga pemikiran ini..

    nice post, om! as always.. 😉

  12. Itulah makanya harga secangkir kopi di setarbak beberapa kali lipat lebih mahal dibanding dengan di lapau Uni Eti ya Om.. 😀

    Btw, tips bagi yang ingin nongkrong berlama-lama di tempat makan, coba pilih angkringan, warung kaki lima ala Jogja yang terkenal dengan nasi kucingnya itu. Meski berkali-kali pesan makanan lagi, dijamin nggak bakal merobek kantong, dan mas pemiliknya pun nggak bakal ngusir, baik dengan cara halus ataupun kasar. Dia malah senang ada yang berkunjung ke lapaknya.. 🙂

  13. hihihihi…tipsnya keren Oooom, itu contoh pengunjungnya emang super ekstrim Ooom, walopun Orin mau ngaku nih, lumayan sering jadi pengunjung di meja 3, baik sendiri maupun sm teman2, asyik nulis berlama2 di cafe, tapi jajannya banyak kooook *membela diri

  14. Tips Kereen Dhimas. Ada gerai mie di kota kami dengan kursi sekian biji eh ngantri ya bisa berjam ternyata beliau gunakan moda tilp pesanan dan laris manis. Salam

  15. Wah bener banget nih om, kadang suka males jg sih lihta konsumen pacaran duduk lama2 cuma beli minuman doang. Good masukannya nih. izin diserap yak heheheee….

    Bagi yg tertarik beli rumah di daerah tangerang dengan harga yg masih murah, di Citra Raya aja, bisa cek di http://www.citrarayahotnews.com

any comments sodara-sodara ?