.
Bersikap rendah hati adalah perilaku yang selalu diajarkan oleh orang tua dan guru-guru kita kepada kita semua. Perilaku rendah hati tersebut salah satunya diejawantahkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat-kalimat yang kita ucapkan.
Namun demikian, menurut pendapat saya, ada banyak situasi yang mungkin maksudnya untuk merendah tapi malah justru berkesan “Arogan” “Tengil” “Songong” dan sejenisnya.
Mari kita ambil contoh situasi imajiner.
Suatu saat kita diundang silaturahmi ke rumah seorang teman lama. Rumahnya besar sekali. Mentereng. Bak istana. Berlokasi di daerah super elit. Ketika menyambut kedatangan kita dia berkata :
“Adduuuhhh terima kasih ya kedatangannya … selamat datang di gubuk kecil dan sederhana kami …”
Sumpah, kalimat itu diucapkan dengan serius. Dia tidak bermaksud bercanda. Yang mendengarkannya hanya tersenyum kecut. Rumah segede gaban begini dibilang gubuk kecil sederhana. Garasinya saja seluas rumah RSS.
Rendah hati kah ? mmm I dont think so … !!!
Tidak berhenti sampai situ. Ketika mempersilahkan para tamu untuk makan. Dia pun berkata :
Mari silahkan dimakan lho … seadanya saja … menu ala kadarnya yaaa !!!
Ya … anda bisa menduga … Makanannya itu justru berlimpah. Mewah. Full setting dari appetizer, main course dan desert. Main coursenya pun ada beberapa macam. Ada cara barat, cara Italia, Timur Tengah sampai Menu Tradisional. Jumlahnya pun berlimpah. Itu yang dia bilang seadanya … ? ala kadarnya … ?
Rendah hati kah ? mmm I dont think so … !!!
Contoh-contoh lainnya : …
Ah … ini murah koookkk … cuma Lima Juta … (sambil menunjukkan jilbab sutranya …)
Aaahhh ini liburan deket-deket aja kok … cuma ke Makau dan ke Shanghai sajaaahhh …
Aaahhhh … ini biasa aja kok … saya dapetnya di Eropa … banyak kok disana …
… … …
Ada banyak lagi contoh-contoh yang sering kita temui. Atau bahkan mungkin secara tidak sadar Saya pun pernah melakukannya juga. (Saya manusia biasa)
Maksudnya berkata-kata merendah … namun malah terlihat “Arogan” – “Tengil” – “Songong”
So …
Hati-hati berkata-kata merendah. Jangan sampai malah berkesan arogan
(Ini juga saya tujukan untuk diri sendiri)
.
Bagaimana menurut pendapat teman-teman ?
Apa pernah merasakan apa yang saya rasakan ?
Ada orang yang mencoba merendah, tapi kesannya jadi arogan ?
Mungkin ada contoh lain ?
Salam saya
.
Terus menurut Om … kalimatnya musti gimana Om ?
Kuncinya cuma satu … Tulus … tidak lebay …
Ucapkan juga kalimat syukur atau Alhamdulillah …
Selamat datang di rumah saya … silahkan masuk … santai aja lho … yuukkk …
Silahkan di nikmati hidangannya lho … gua sediain macem-macem nih … supaya elu bisa milih … Alhamdulillah gua bisa menjamu temen-temen gua …
Lebih enak kan ????
.
hahaha bener juga, Om
Ingatkan saya kalau suatu waktu ada kalimat sy yg sebtulnya bermaksud merendah tp yg terjadi malah ‘pamcol’ (pamer colongan) hehehe
Hahahah …
Pam-Col … ?
Aahhhhaaa … saya suka istilah ini …
Ya … hal inilah yang saya maksud Chi …
Ada juga om yang saya alami.
Seorang senior bersama isteri hadir telat ke undangan pernikahan Eny.Jadi kami bisa ngobrol dengan santai.
Setelah nang ning nong maka sang tamu menyerahkan amplop kepada saya. Isterinya bilang :”Maaf Dik, sekedarnya”
Hayoooo berapa isi amplop tersebut.? 8 jeti Om
Saya tidak menyimpulkan dia merendah atau arogan. Mungkin jika bukan saya si empunya hajat beliau akan ngasih lebih dari 10 jet ha ha ha ha.
Saya rasanya belum pernah sombong atau arogan yang diselimuti kalimat merendah. Dengan urakan saya malah sering membalas “Pakdemu ini kapan sih nggak keren” jika ada sahabat yang bilang saya keren ha ha ha ha.
Saya sih bilang terus terang:”Maaf lho rumahnya di desa” soalnya rumah saya yang di Jombang kan memang di desa. Saya tak pernah berkata:”Selamat datang di gubuk kami” Soalnya rumah saya memang besar,untuk ukuran saya (ini bukan sombong tapi faktual lho) ha ha hak
Salam hangat dari Surabaya
Setuju Pak De …
Apa adanya … ndak usah di “sengsara-sengsara” kan …
tapi juga tidak di “magrong-magrong” kan …
Yang penting tidak jumawa …
Saya rasa kita bisa membedakan mana yang tulus … mana yang … “Merendah untuk meningkatkan mutu”
hahaha
salam saya Pak De
dari yang pernah saya baca ya om, selain yang om udah tulis di atas, mesti hati2 juga karena dengan merendah (atau sok merendah tepatnya) malah bisa jadi menyinggung perasaan orang yang memuji.
misalnya ada orang bilang: bajunya bagus ya. trus dijawab: oh ini murah kok, belinya di pasar.
nah orang bisa jadi tersinggung, seolah2 kayak dibilang seleranya murahan.
lebih baik kalo ada orang muji ya dijawab aja terima kasih. that’s it. 😀
Betul banget Om …
Ini juga bisa berdampak berbalik … menyinggung perasaan …
kita harus hati-hati …
Jadi kalau di puji … betul kata om Arman … Terima Kasih … atau bilang juga “Alhamduillah” … atau puji Tuhan … dan sebagainya …
Salam saya Om Arman …
kenapa semua dibuat terkesan seolah2 ya om ?
seolah2 ingin merendah tapi terlalu berlebihan, akhirnya jadi arogan.
Karena kita tidak tau maksud sebenarnya seperti apa …
saya hanya bisa menduga dari sudut persepsi saya …
itu sebabnya .. saya sebut seolah-olah … kelihatannya … kesannya … dan sebagainya
Untuk dua ekspresi pertama saya kok masih belum sepakat Om, maafkan. Karena memang eufimisme seperti itu yang diajarkan dalam bahasa kita. Namun untuk tiga ekspresi terakhir itu memang makjleb bin nggilani. Kesannya lawan bicara ga mampu beli atau harus megap-megap melihat kemewahan pembicara, Tentu saja ini cuma kesimpulan saya. Semoga saya ga ikutan begitu….salam dari Bogor 😀
Hahaha ..
Ya itulah Mas Belalang … persepsi mungkin bisa berbeda-beda …
memang kita tidak bisa memuaskan semua … tetapi paling tidak kita bisa berperilaku dan berkata-kata yang “aman” … tidak menimbulkan kesan yang lain …
Salam saya Mas Bel
Tapi tiga yang terakhir itu sangat sangat…hmmmm 😦
aku lebih nyaman dengan kalimat yang om tulis biru.. berterus terang sewajarnya tanpa membuat tamu jadi merasa gimnaaa gituwh.. 😛
ya … terus terang sewajarnya … plus ada kata syukur … atau Alhamdulillah …
itu paling pas menurut saya
Saya share ke facebook ya om, karena tulisan om bagus, menginspirasi dan bisa menyadarkan orang.
silahkan … asal dicantumkan sumbernya … hehehe
terima kasih …
terima kasih sudah diingatkan om. Waduh 5 juta dibilang murah ya . Saya pernah tuh om bilang silakan kalau mau mampir di gubug ku hehehe karena sadar yang mau datang rumahnya lebih besar dan mewah. Gak diulangi lagi deh Om, janji 🙂
Kalu gitu situasinya sih … ya nggak papa kali Mbak …
hahaha
pernah ada niy om, ibu2 yg muji hasil karya orang tapi bilangnya gini…. iiih bagus ya , saya aja yg sekolah tinggi ga bisa ngerjain kaya gini….* eeeaaaaaa
Aduh …
ini kesannya malah melecehkan ya …
Hihihi… Om ini bisa aja 😀
Tapi memang, kita harus bisa mempergunakan bahasa yang sepatutunya ya, Om
Iya Bu …
Memang susah untuk menyesuaikan diri kepada setiap orang …
tapi tak ada salahnya kita mencoba berkata-kata dengan “aman”
salam saya
Terkadang memang begitu, dalam adat Jawa pun setiap kali menerima tamu kebanyakan orang orang akan merendah, baik itu karena memang rumahnya yg jelek atau karena memang tidak ingin dirasa sombong jika berucap “mari masuk ke rumah saya yang besar”.
Tapi, tidak bisa kita pungkiri jika faktor intonasi pembicaraan juga akan bisa mengubah kalimat merendah kita menjadi kalimat pamer.
Betul sekali mas …
Intonasi (dan juga mungkin sorot mata) akan ikut juga menentukan apakah itu merendah atau justru arogan …
Salam saya mas Imam
pelajaran banget nih, gak usah di rendah-rendahinn gak usah d tinggi-tinggiin juga, yg biasa-biasa ajaa ya om 🙂
sesuatu yg berlebihan emang selalu gak baguss ^^
Betul …
Saya rasa sewajarnya saja …
plus selalu disertai dengan rasa syukur …
salam saya Rani
Iya, sih. Kalo merendahnya lebay gitu kesannya basa basi busuk ya, Om. Tapi mungkin yg ngomong berpikiran sama kayak mama saya, mending ngomong serendah mungkin supaya dipuji daripada memuji tadi dibatin gak enak. Contohnya, mama saya suka meng’hina dina’ saya di depan teman-temannya “Duh, anakku ini biasa kok. Nggak cantik, nggak pinter, pokoknya biasa saja.”, temennya mama (dan harapan mama) biasa akan menjawab, “cantik gini lho jeng, anaknya.”. Daripada ngemeng, “anakku cantik, pinter lho.” lalu dibatin dalam hati sama lawan bicaranya, “Dih, anake welek gitu kok dibilang cantik.”. Hahahahahaha……
Hahaha …
saya tertawa membaca penuturan kamu ini …
dan ini banyak terjadi lho Fel …
Salam saya Fel
Sehat-sehat yaaaa
Hyaaaaah, kalau sudah ketahuan rumahny magrong2 tapi bilang gitu ya namanyaa. . . . Apa ya? Hehehe
Kalau ada kalimat “Buanglah sampah pada tempatnya”, bisa juga ada kalimat “Merendahlah pada tempatnya”.
Sesuai situasi dan kondisi merendahnya ya, Om.
Mmm … yang penting sewajarnya Dah …
tidak ditinggi-tinggikan …
tidak disengsara-sengsarakan …
hehehe
salam saya Ida
tulus dan sewajarnya…. nah, itu yg harus digarisbawahi ya Pak… dan mudah2an saya terjaga dari melakukan hal2 yg kurang mengenakkan org lain itu…
Dan jangan lupa …
apapun yang kita punya … sebut Alhamdulillah
salam saya
Merendah itu suatu tantangan terutama saat kita berada di puncak: karir, pimpinan, atau kekuasaan. Dalam kondisi sulit, orang lebih mudah merendah.
Ya … betul sekali …
di puncak karir memang orang harus tetap humble
Salam saya
ayo om mampir ke rumah, ada singkong ada keju, apa mo dicampur?
rumahnya deket kog depan sekolah, pinggir kali, belakang sawah, keren deh pemandangannya.. *padahal di apartemen gitu..
Hahaha …
Ada-ada aja nih
Salam saya Tin
Saya setuju sama si Om, apa adanya saja tidak usah dibuat-buat
Betul mas Edi …
tak usah dibuat-buat
Salam saya
Meski rumah saya sangat-sangat kecil, alhamdulillah saya takpernah merendahkan diri dan rumah saya. Juga hidangan yang saya sediakan. bagaimana pun, uang yang digunakan untuk menjamu atau mengurus rumah saya dapatkan dengan kerja sangat keras.
Dan saya sering jengkel sekali jika bertamu dan sang empunya rumah merendahkan rumahnya. saya sangat tersinggung dan berharap lekas pulang.
Iya ya Mbak …
Yang penting sewajarnya … tetap humble …
tidak dibuat-buat
salam saya
Setuju. Kadang saya juga merasa nggak nyaman jika ada yang terlalu merendah begitu, Om. Awal-awal saya juga suka mengkoreksi ucapan orang itu dengan mengatakan yang sebenarnya menurut pandangan saya.. “nggak ah.. menurut saya gede kok” lalu jadilah debat. Menurut saya besar,menurut dia kecil, saya jawab lagi itu besar dst.. hua ha..ha ..
Tapi lama-lama saya pikir, barangkali ukuran setiap orang itu memang berbeda-beda. Jadi apa yang menurut saya besar, barangkali buat orang itu memang nggak ada artinya. ya sudahlah..
saya sering nih ketemu dan ngobrol dengan lawan bicara yang seperti itu, tapi untungnya saya punya prinsip “mengertilah orang-orang disekitar kita” jadi saya selalu ambil positifnya saja dari lawan bicara sering berkata seperti itu. ^_^
Terkadang memang bisa terjadi, Om…
Mungkin Hani juga pernah melakukan, semoga saja ada yang koreksi.
Akan tetapi saya juga sering ngobrol dg orang-orang yang kek begini.
Sehabis itu saya pasti bahas di rumah, kek gt dibilang murah,..beugh…
😆
Mungkin karena ada “pelajaran” yg dulu diajarkan.disekolah ya om. lalu dijadikan patok dan malah menjadi “gaya berinteraksi” padahal gak perlu juga yak merendah apa yang memang sudah tinggi..
nice words
yang penting harus inget
roda kehidupan selalu berputar
dan jd orang harus bisa menerima kritik, utk perbaikan diri sendiri
http://www.kitkes.com/
Accessories for iPhone Blackberry HTC Samsung LG Motorola Nokia Sony Lenovo Huawei | Hard Case Soft Case Leather Case