TRAINER GUNDAH


 

Ya Trainer sekarang sedang gundah.  Apa pasal …???

Si Sulung sudah selesai ujiannya.

Tidak terasa Sulung akan menamatkan sekolah lanjutan tingkat pertamanya.  Dan InsyaALLAH akan memasuki jenjang SMU … Kami … dan juga si Sulung harus segera menentukan … sekolah mana yang akan kita tuju nanti. 

Inilah yang membuat Trainer gundah …  Mau meneruskan kemana Sulung nanti ..??

 

Ada beberapa opsi Sekolah … plus beberapa pertimbangannya …

 

Pertama … Ke Madrasah Aliyah …

Diperguruan tempat dia sekolah sekarang, sudah ada tingkat Madrasah Aliyah (SMU) nya … namun relatif masih baru.  Tahun ini baru akan melepas lulusan pertamanya.  Kami belum tau mutunya. Keuntungannya adalah dekat dengan rumah, lingkungannya bagus … dan relatif tidak memerlukan proses adaptasi yang berat … (satu perguruan soalnya …)

 

Tetapi dia sempat nyeletuk … ”Yah … mosok mas Tyo dari kelas 1 SD … sekolah disini-sini aja dari dulu … Pengen juga sih sekali-sekali keluar …!!!”.  HHHmmm … Alternatif Madrasah Aliyah yang lain adalah … MA Negeri 4 Model Percontohan di Pasar Jum’at, ini relatif dekat juga.

 

Kedua … Ke SMU Negeri …

Ada SMUN 6, 8, 34, 70, 82 dan sebagainya.  Tapi ini lumayan jauh … Bundanya masih maju mundur melepas dia sekolah jauh dari Rumah.  Kalau aku … lebih concern pada masalah pergaulannya, gank, bullying, tawuran dsb. … Ah bergidik aku membayangkannya.  (Ya … aku tau pasti karena aku juga alumni salah satu sekolah negeri tersebut)

 

Ketiga … Ke Boarding School …

Ada SMU/MA Insan Cendekia … tapi ini persaingannya super ketat.  Lagi pula kalau tidak salah … ini sekolah bersubsidi penuh, sistim bea siswa.  Diutamakan untuk anak keluarga yang tidak mampu tapi mempunyai prestasi yang cemerlang dari seluruh Indonesia.  (terus terang ada pertentangan batin disini).  (Alangkah serakahnya kami mengambil jatah kursi anak orang yang kurang mampu).   Ada juga SMU Dwi Warna di Parung.  Juga International Islamic Boarding School di Cikarang.  Hah Jauh sangat.  … Ada yang dekat yaitu di SMU Kharisma Bangsa … Sekolah Turky di Pondok Cabe itu … but … ini mahal for sure …

Dan juga … siapkah kami sebagai orangtuanya melepas si Sulung ini Mandiri … !!! (nanti yang memijat punggungnya kalau dia sakit siapa ???) L

 

Keempat … Ke SMU Islam Swasta …

Ada SMU Al Ihzar di Pondok Labu … ada SMU Al Azhar di Kebayoran baru.  And yes … ini juga memerlukan pemikiran finansial yang ”lumayan keringetan” … Juga jauh dari rumah.

_____

 

Terus terang sebagai Orang tua … kami lebih memilih Opsi yang pertama yaitu ke Madrasah Aliyah Pembangunan … Di Perguruan tempat dia selama 9 tahun ini belajar.   Aku harus berdiskusi lagi dengan si Sulung … ”relakah dia untuk terus bersekolah di tempat yang sama, di lingkungan yang sama … untuk 3 tahun lagi kedepan … !!!”

 

(and yes … maybe it sounds like  … We are a bit of ”over protective” to our sons … ).

 

Any Comments my beloved friends ?

.

.

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

30 tanggapan untuk “TRAINER GUNDAH”

  1. wahhh memang susah ya jadi orang tua. (sambil mikir nanti aku juga musti pusing gini ya)

    Kelihatannya over protective tapi di jaman yang serba tidak menentu seperti sekarang ini, sepertinya wajar saja kok. Nanti kalau sudah lulus dan mau masuk Universitas/sejenisnya kan bisa lebih bebas yang bertanggungjawab karena pemikirannya juga sudah matang (lebih dewasa). Sekolah baru justru biasanya berhati-hati dalam mutu, karena perlu “murid”. Jadi jangan disangka sekolah baru itu mutunya jelek loh. Aku SMP juga angkatan ke dua, dan OK OK aja (memang jamannya beda sih).

    Semoga mas trainer bisa mendapatkan solusi yang terbaik untuk semua.

    EM

  2. Om NH:

    hmmmmm kalo mesti kasih comment mah kayak ngasih garam ke laut, secara dalam segala hal om NH jauh lebih berpengalaman dari saya..

    just sharing saja, waktu milih sekolah, saya diberi kebebasan oleh ortu untuk menentukan sendiri, shg saya harus bisa “mempertanggungjawabkan” pilihan saya sendiri.
    Cuma dibuka saja wawasan saya oleh ortu, kalo sekolah A begini, sekolah B begitu, kalo negeri begini, kalo swasta begitu…. dst.

    untungnya ortu masih bisa kontrol aktivitas saya, dan rumah selalu terbuka untuk teman teman sekolah, sehingga secara gak langsung, mereka bisa tahu juga siapa teman2 dekat saya…
    oh ya.. salah satu alat kontrol yang cukup efektif dari ortu adalah, uang jajan. pas pas saja, jangan berlebih, karena bisa disalah gunakan..

    just sharing aja Om NH, pengalaman saya DULU, jaman dan lingkungannya (kota) juga beda Om…

    smoga bisa dapat yg terbaik utk semuanya, si sulung & sluruh keluarga 🙂

    salam

  3. Anak sulung saya yg masih SMP sudah protes kalau nanti SMA di sekolah yg sama, tapi kami jelaskan alasan-alasannya dan alhamdulillah dia sudah bisa menerima (padahal SMA-nya masih tahun depan). Jadi mungkin anak “hanya” perlu penjelasan.

    Soal mutu sekolah untuk pendidikan dasar dan menengah sampai SMA kalau menurut “penerawangan” saya masih banyak didominasi oleh banyaknya aktivitas di luar kelas yg diharapkan bisa mendukung prestasi dan pengembangan diri murid. Hal itu tampaknya bisa disiasati dengan cara lain (kalau memang ada kekurangan sekolah ybs). Selama “core competence” pada level SMA sudah OK, saya kira nggak masalah.

    Sekedar urun rembug.

  4. kalo boleh usul, menimbang dari opsi-opsi yang telah ditawarkan di atas..

    maka dengan ini saya memutuskan untuk mendukung Om NH18 pada pilihan pertama aja u/ nerusin ke MA coz :

    1. pengennya ke Islam swasta mahalnya naudzubillah *di sby aja dah mahal apalagi di Jkt*

    2. kalo ke boarding school boleh sih beasiswanya kalo beasiswa berprestasi *ga pake embel2 dari keluarga ga mampu* tapi kalo ada embel2nya begitu ga usah ajalah, masih banyak anak2 lain yg membutuhkannya kukira.

    ps : usulan ini diusulkan oleh orang yang 12 tahun masa sekolahnya dihabiskan di lingkungan yg sama, yg pd masa kuliah baru deh di lingkungan yg berbeda n jauh dari rumah juga tentunya. No problemo ^^

  5. halo pak nh…..saya memberikan pemikiran yang “berbeda”….dan cenderung membela si “Sulung” hehehe semoga bermanfaat,

    sekolah berbeda lingkungan berbeda …. itu suatu berkah yang luar biasa agar anak lebih siap menghadapi dunia yang seperti sekarang.

    Sepanjang pagar-pagar nya sudah ditanamkan sejak dini hingga SMP, dan kita juga tetap memonitor dan membimbing … perubahan lingkungan (karena pindah perguruan) akan mendewasan anak kita, karena mengerti “lingkungan lain”, meningkatkan daya adaptasi, menguji bekal moral anak yang telah ditanamkan, dlsb .

    Masa SMA adalah masa pematangan sebagai ABG, jangan lagi menganggap si sulung masih kecil……

    salam,

  6. Waktu saya dulu mau masuk SMU.. saya gagal masuk SMU Negeri favorit (masuknya yg level menengah dan sekolah tersebut cukup terkenal dengan tawurannya)dan orang tua sudah menyiapkan masuk ke sekolah pilihan mereka.. tepat hari terakhir pendaftaran ulang saya bicara ke ayah saya dan memutuskan untuk masuk ke sekolah negeri tsb, and that school (and my friends there) had changed my life..
    Intinya: sebaiknya keputusan terakhir di tangan si sulung.. karena dia yang akan menjalani, at least kalo kenapa2 he will regret his own decision, not his parent.. and its better, because he himself choose the path

    Salam saya Om

    Mantan “anak emphe” hehehe

  7. Waaaa…ngalami problem yang hampir mirip juga ya…

    tapi levelnya udah SMA je…ya beda dong…

    Menurutku, beri pengertian dulu, tapi keputusan akhir kupikir mending si Sulung sendiri yang nentuin. Dari segi umur, sudah cukup dewasa. Dari segi baliq..tentu saja sudah baliq…jadi kupikir dia sudah cukup berhak untuk punya keputusan sendiri (walau sebagai penyandang dana, ortu bisa sedikit otoriter..).

    Aku dulu pernah sedikit apatis dengan cerita seorang muslimahS yang punya banyak anak (sebelas anak kali, berhenti hamil lagi karena udah manupouse aja). Jika anak mau SMP, maka dia akan dilepas, entar boarding, pesantren, entah dititipin saudara. Waktu itu kupikir, enak aja punya banyak anak tapi besar dikit udah dilepas begitu saja…ga tanggung jawab. Tapi akhir-akhir ini aku pikir, mungkin pembelajaran menuju kedewasaan justru seperti itu, ketika sudah baliq, harus belajar mandiri.

    Bang Trainer pasti lebih tau bahwa kita ga bisa selamanya melindungi anak-anak kita. Yang perlu dipastikan adalah, cukupkah bekal hidup yang telah kita berikan..?

    (hayaaah..aku kok sok tua…ntar giliranku sendiri ngadepin kayak gini…yang keluar adalah orang tua sebagai penyandang dana…otoriter)

  8. Waduh, Om, sudah saatnya mendengar pilihan si Sulung. Mungkin dia ingin suasana baru, lingkungan baru, teman-teman baru.

    Dah gitu belajar mendewasakan Sulung agar siap mandiri dan siap bersaing saat kuliah nanti, hahahaha…. sok teu diriku ini. Padahal kelak tiba waktunya pasti aku sama bingungnya ma Om NH hahaha……

  9. bikin daftar aja, om, kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan. lakukan bersama-sama supaya si sulung juga mengerti dasar pertimbangan dan rasionalnya. selain prtimbangan obyektif, masukkan juga kategori yang melibatkan perasaan (subyektivitas) semacam: rasa kuatir, familiarity, tantangan, kebosanan, dsb. trus lihat pilihan mana yang memperoleh cek positif paling banyak buat dijadikan pilihan utama.

    hehe… ini mah komen sotoy banget, om. udah pasti om nh lebih jago kalau soal beginian mah.

  10. hmh….setelah sekian lama merantau, jadi ingat orang tua di rumah. Baru mulai terpikir (lagi) bukanlah suatu keputusan yang mudah yang harus mereka ambil ketika mereka memberikan ijinnya buat saya, 13 tahun yang lalu, ketika saya minta ijin untuk bersekolah di pulau jawa. Waktu itu, saya juga baru lulus SMP – seperti anak om trainer.
    om trainer dan istri bukannya “over protective” ama anak, tapi memang bukanlah keputusan yang mudah tentunya terutama menyangkut masa depan anak. ya ngga om ?

  11. Untuk pengembangan diri berikan kebebasan buat sisulung untuk menentukan dan mempertimbangkan saran2 ortunya. 9 tahun menimba ilmu pada tempat yang sama dapat membuat perasaan seperti terkungkung. Sorry om aku bela sisulung, yang muda bela yang muda, hehehe..

  12. setuju dg uni mallow, bikin list aja pak…

    menyekolahkannya di tempat yg rada jauhan dikit ada baiknya juga pak. segala kekhawatiran yg bapak sebutkan itu sebetulnya bisa dijawab melalui karakter si sulung sendiri. bila bapak yakin dg kemampuannya untuk dapat “bertahan”, tidak salah membiarkannya “menjauh” sedikit dari kita… toh, pisau akan semakin tajam bila terus digesekkan ke batu asahan…

    kata orang bijak nih pak, buat anak itu yg terpenting adalah: save, secure and trust!
    poin yg ketiga (trust) yg sering dilupakan oleh kebanyakan kita para orangtua… 🙂

    sst… saya sejak umur 12 udah merantau menyeberang pulau lho pak, hehehe… 🙂

  13. uh soriii bgt ga bisa kasih input apa2 soalnya blom pengalaman.

    kalo aku pribadi biarpun anakku masih bayi gini udah rencanain tk, sd, smp, sampe smu-nya di mana. yg jelas smp & smu pengennya sih di negeri yg biasa (dlm pengertian bukan sekolah borju), biar dia insyaAllah kaya pengalaman, pergaulan, dan pemahaman.

    segala permasalahan yg mungkin timbul di depannya, kita bekali dg ilmu agama dari rumah, dan pastinya doa. bukankah segala permasalahan itu akan membantunya menjadi lebih tangguh menghadapi hutan rimba di luar sana kelak, om?

  14. “nanti yang memijat punggungnya kalau dia sakit siapa ” jiahahahaha… si om lempar baju sembunyi ketiak. Oalaaaaaah. Ooooom Om…. (geleng2 kepala sambil tepuk jidat)

  15. Banyak sekali pilihannya, pak. Kalau menurut saya sih tidak apa-apa sekolah jauh-jauh asalkan tidak ke luar provinsi atau keluar pulau saja. Boarding school sepertinya seru juga tuh pak. Bisa melatih kemandirian adik saya itu. Insan Cendikia Sip banget. :mrgreen:

  16. Karena yg bersangkutan adalah Jagoan, sekolah jauh mungkin baik untuk membentuk kemandiriannya om dan krena dia calon imam, sepertinya baik juga kalau milih skolah Islami namun maju dalam hal pelajaran umum seperti misalnya Kharisma bangsa (kebetulan beberapa anak teman saya juga sekolah disini), Islamic Boarding School di Cikarang… Dan yang terpenting tidak mengesampingkan minat sianak sendiri om….( Pengalaman, beberapa anak akhirnya minta keluar dari sekolah yg sebelumnya di anggap cocok oleh “ORtunya” (pilihan ortu) :))

  17. mending si sulung sekalian diajak diskusi aja om, siapa tau dia dah punya pilihan juga.. jadi bisa dicar yang terbaik diantara 2 pilihan.. *sotoy*

  18. yang penting budjet ama keamanan om. kualitas mah bisa dikembangkan setelah lulus sekolah atau kuliah.khan bokapnya trainer…heee

  19. kalo kata saya sih kang, mending ke SMA negeri aja. toh, biar dia belajar mandiri juga dan belajar pergaulan. kan kalo sampe melenceng, tinggal dijitak, toh..

  20. Om..saya setuju dengan Ovan tuh, biar Mas Tyo lebih belajar bertanggung jawab terhadap apa yg dia pilih dan apa yang dia lakukan, Mas Tyo harus diajak diskusi sekolah mana yang memang bener-bener dia inginkan om, jangan lupa kasih gambaran tentang segala sesuatunya om, masalah finance, jarak, dll (complicated bgt ga seh om saran aku kalo diskusi hal begitu sama Mas Tyo?).hehe.. Protektif boleh om, apalagi hidup di ibukota, emang Palembang..selalu penuh denga cinta damai 🙂 (kota asal ku ne h om.hehe, pdhl kebalikannya) tapi jangan juga akhirnya Mas Tyo jadi serasa katak dalam tempurung om, kasihan om, he is a man om, next he’ll be your hero, you’ll proud of him lah (yakin aku om, karena dia kan sulung sama kayak aku).hehe..mudah-mudahan dapet keputusan terbaik ya om. Mas Bimo apa kabarnya om( He is my Favorit om, karena aku juga penggemar Mahabarata&Baratayudha yg legend itu om.heh..salam saya om (IJuliars – mantan Anak Madrasah Ibtidaiyah Mubtadiin Plg).

  21. Ini memang harus disikapi dengan hati-hati. Pemilihan sekolah juga harus didiskusikan dengan anak, agar dia nantinya tetap semangat sekolah.
    Saya bisa membayangkan, karena saya dulu juga pernah mengalami hal yang sama.
    Semoga mas trainer dan putranya dapat memilih sekolah yang sesuai pilihan putranya, namun juga menyenangkan dan membuat hati ayah ibunya tak kawatir melepasnya.

  22. Hem, kalau saya boleh usul nich Om yach, mungkin utk hal ini Om beserta isteri dan anak Om berembuk / discuss aja lagi. Om & Isteri bisa memberikan masukan plus & minusnya tentang bbrp sekolah yang masuk dalam katagori pilihan ke anak Om, termasuk hal-hal diluar aktivitas sekolah, seperti lingkungannya / pergaulannya, jarak tempuh, waktu yang tersita dan tersisa utk misalnya les, dll. Sehingga sang anakpun mempunyai gambaran terhadap pilihannya nanti.

    Dan biarkan yang tetap menentukan pilihan adalah anak Om sendiri, karena dia yang akan menjalaninnya. Mudah2an kalau anak Om senang dgn pilihannya dia akan tambah semangat belajarnya, terlepas dari kendala apapun yang akan dihadapinya nanti.

    Hanya saja pengawasan dan kontrol dari Om dan isteri harus tetap ada & continue, sebagai antisipasi misalnya sang anak nantinya lebih memilih ke sekolah yang jaraknya jauh dan lingkungan / pergaulan baru.

    Toch lingkungan baru / pergaulan baru belum tentu juga berdampak negatif, siapa tahu dgn suasana yang baru sang buah hati justru menjadi ajangnya buat melatih kemampuan bergaul dengan lingkungan yang lebih luas dan besar, sekaligus melatih kemandiriannya sejak dini.

    Mudah2an dengan bekal informasi dan nasehat yang cukup, sang buah hati nggak ragu menentukan pilihan dan menjalaninya, dan Om beserta isteripun jadi berkurang khawatirnya dech.

    Hahaha, hanya sharing doang Om…belum punya pengalaman banyak utk urusan beginian soalnya, kalau kurang pas…lupain aza dech, hihihi….

    Best regard,
    Bintang

  23. Kalo sekolah negeri yang bagus SMA 8 okeh tu Om 🙂
    adek ku skul di situ and she damn enjoy her highschool 🙂
    yang laennya gak punya info.

    tapi mo komen soal ini :
    –(nanti yang memijat punggungnya kalau dia sakit siapa ???)

    Yakin om bukannya kebalikan ?
    Nantiyg mijat pinggang om kalo sakit pinggangnya kumat siapa hahahha

  24. Hal yang natural kalau ortu khawatir dan tanpa sadar jadi over protective pada anak2. Kalau saya, ortu memberi kebebasan penuh untuk memilih sekolah, tak pernah ada campur tangan selain memberi pertimbangan yg tentu saja setelah mendengar pertimbangan anak2nya dalam memilih sekolah bersangkutan. Manfaatnya, kami jadi belajar menggambil keputusan sendiri dengan menimbang baik dan buruknya terlebih dahulu…dan juga bersiap dengan segala konsekuensi. Gitu ommm 🙂

  25. wajar sih om khawatir sama anak.. mungkin kalo saya jadi orang tua juga akan begitu adanya..

    semoga segera mendapat keputusan yg terbaik buat semua, biar om Trainer tidak gundah lagi 🙂

  26. Bos, aku cenderung mendukung si sulung yang butuh udara segar. Lagipula bekalnya toh sudah relatif cukup di MTs. Dia perlu sedikit dilepas untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan baru yang mungkin lebih buas. Di umur segini aku sudah mengarungi hutan di sepanjang jalur trans sumatera dan menyeberangi selat sunda. Jadi, please don’t be over protective, boss. Ceileh…

any comments sodara-sodara ?