SEPOTONG KAIN


.
Sebuah kotak hitam nan elegan tergeletak begitu saja di atas meja kerja saya. “Apaan nih?” gumam saya. Tanpa minta dijelaskan lagi, seorang teman mencerocos bercerita bahwa kotak itu adalah ungkapan terima kasih dari salah seorang pegawai yang beberapa hari lalu telah dilantik menjadi guru besar dimana saat itu saya menjadi seksi sibuknya.

Dengan perasaan tak karuan, saya buka kotak hitam tersebut, mata saya langsung terbelalak melihat sepotong kain halus tergeletak di dalamnya, sutera!!! Sedikit riang mewarnai hati saya, karena untuk pertama kalinya saya (akan) memiliki sebuah kain sutera.

Tapi ahhh..mengapa ada sedikit rasa ragu di dalam hati ini?
Terngiang kembali ceramah siang di masjid bahwa dosa adalah sesuatu yang menimbulkan ganjalan di hati, sekecil apapun ganjalan itu!

Nun jauh di lubuk hati saya yang menghitam bermunculan berbagai alasan mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa kain itu saya peroleh setelah pelantikan guru besar tersebut dilaksanakan, bukan sebelumnya, jadi keberadaan kain tersebut tidak mempengaruhi kinerja saya dalam menyelenggarakan acara pelantikan tersebut sehingga kain tersebut layak saya terima.

Ragu kian membuncah.

Browsing internet mencari informasi tentang definisi gratifikasi yang ternyata menurut KPK bahwa sesuatu baru bisa “dianggap” gratifikasi jika bernilai minimal 250 ribu.

Pembenaran-pembenaran kembali bermunculan.

“Jangan terima barang itu!” terdengar halus suara nurani. Secuil hati kecil itu pula lah yang memaksa saya kembali mencari dasar untuk membuktikan bahwa sepotong kain itu bukanlah barang gratifikasi dan saya berhak menerimanya. Namun semakin dicari, semakin kuat pula penolakan nurani.

Sampai suatu ketika mata hati saya bersirobok dengan sebuah pendapat yang pada akhirnya membawa saya kepada sebuah kesimpulan bahwa sepotong kain itu tidak akan sampai di meja saya jika saya tidak duduk di belakang meja tersebut. Sepotong kain itu tidak akan menjadi milik saya jika saya duduk bahkan di meja sebelah meja saya sekarang berada. Dan saya tidak akan “diberi” sepotong kain tersebut jika saya bukanlah pegawai di tempat saya bekerja.

Intinya adalah bahwa sepotong kain itu merupakan bentuk gratifikasi yang diberikan karena saya berada di posisi saya saat ini! Dan kalaupun kain itu ditasbihkan sebagai barang “bukan gratifikasi”, seharusnya teman-teman saya juga menerimanya (dan pada kenyataannya tak satupun teman saya menerimanya). 

Walhasil kain itu saya kembalikan kepada guru besar tadi sembari mengucapkan maaf sebesar-besarnya bahwa saya tidak bisa menerima “hadiah” tersebut.

Memang ya, setan selalu selangkah lebih maju daripada manusia. Semakin maju peradaban, semakin dikaburkannya batas antara hitam dan putih. Semakin dijelaskannya aturan tentang KKN, semakin abu-abunya batas antara “ungkapan terima kasih” dan “gratifikasi”

Percayalah pada hati nurani 😉

*Berdasarkan pengalaman pribadi dengan perubahan seperlunya*

Ini adalah postingan dari Penulis Tamu
Saya sengaja mengundang dia untuk menulis disini
Dia adalah Ika Ariesta K, atau yang biasa kita kenal dengan BUNDA MAHES
Seorang ibu dengan satu Putra
Tinggal di Jakarta

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

59 tanggapan untuk “SEPOTONG KAIN”

  1. tanggapan guru besarnya bagaimana ya setelh dikembalikan kain nya?
    Saya pikir tulisan Om NH 🙂 wah si Om dapet kain, ternyata bukan ya. Salam kenal untuk Bunda Mahes

  2. Di dunia yg semakin abu2 ini, nurani adalah pengingat abadi. Namun syg,tak semua mampu / mau mendengar & menuruti bisikannya. Slm kenal, Bunda Mahes…

  3. Mendapat hadiah2 seperti itu memang pasti menimbulkan pertentangan batin.
    Walau di satu sisi, orang yg memberi mungkin benar2 berterima kasih pada si seksi sibuknya, jd itu semacam ucapan tanda terima kasih saja. Jd kalaupun org lain yg jadi seksi sibuknya, tentu dia berikan pd org lain.
    Kalau saya, selama bekerja sll menolak bila diberikan bingkisan parcel, krn memang kan sdh tugas saya di posisi itu. Klo yg memberi mewakili perush vendor mslnya, ini pasti deh gratifikasi, ada maunya.
    Tapi klo dikasih oleh personal, sy bisa menganggapnya sbh tanda terima kasih personal saja krn ybs suka atau happy jd teman saya. Tp klo ga kenal dekat ya nolak jg. 🙂

  4. ***hehehe…kalo saya bukan blogger, saya ga bakal dapet hadiah dari pakdhe ***

    Top banget dek…(haduh kudu panggil mbak apa dek ya…)

    Om, lagi ngundang orang yg tinggalnya Jurangmangu dan sekitarnya ya om….
    usul satu nama boleh gaaaa?

  5. Memang susah menilai hadiah tersebut merupakan hadiah atau gratifikasi. Namun mengembalikannya merupakan hal yang paling baik karena keraguan itu membuat kita limbung dan mencari pembenaran…Slam Kenal Bunda Mahes

  6. makasih Oom dah dikasih kesempatan nulis di blog kewren inihhh 😳

    untuk para sahabat blogger, maaf ya kalo tulisan saya masih jauh di bawah harapan sahabat semua 😥

    @ mba devi
    Dek wae lah Mbak! 😀

  7. Sulit untuk tegas memilah hitam dan putih, tapi bukan berarti tidak mungkin. Begitu ya Bun? 🙂
    Terima kasih Om untuk pencerahan hari ini 😀

  8. suara hati selalu jujur membisikan kebenaran,jika ragu pikirkanlah secara berulang-ulang,suara hati kebenaran tetap akan terus muncul.suara hati yang suci yang akan membawa keselamatan dunia dan akhirat, a m i n

  9. suara hati, katanya selalu benar,, tapi lebih sering tidak di dengarkan,,
    coba semua yang menerima gratifikasi seperti bunda Mahes,, alangkah makmurnya negeriku ini 🙂

  10. Mbak ika, kok dibalikin sih.. *setan jahat nih* hehehe,,
    bener mbak, semakin kabur batas antara hitam dan putih dan seringnya justru yang hitamlah yang lebih mudah dicari dan lebih sering menghampiri kita.. 🙂

    semoga kita selalu waspada.. 🙂

  11. oomm… mau dipasang juga gravatar dila diataass (header)… *hehe, bukannya komen postingan ini malah minta yg lain yak om.. hehe pokoknya mau dipasang gravatar dila.. *ceritanya ngambek.. :mrgreen:

  12. nurani, selalu benar, tapi kadang banyak kendala , jadi sulit utk didengarkan.
    Bunda Mahes, benar2 pribadi yg hebat, mampu mendengarkan nurani dgn jernih
    (jadi iri)
    salam

  13. memang susah sekarang Mbak nyari yang bener-bener ‘putih’ semua serba abu-abu, serba meragukan, semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal seperti itu yah Mbak..

  14. Emm….manggut manggut..serasa diingatkan..setan memang sangat luar biasa dengan iming imingnya..
    tapi kadang ngiri juga yah….*walah ngiri kok masalah korupsi * hehehe..ngiri juga dengan para pejabat yang banyak menerima gratifikasi…hadiah hadiah malah dollar dll…emmm….kayaknya mereka perlu disentil dengan kesederhanaan posting yang menyentuh nurani ini..biar mereka sadar…* hiks..kok malah cur col gini..
    Nice posting to Bunda Mahes…salut untuk Om Nh..:)

  15. wah hebat yachh…bisa menolak pemberian dari atasan…….jarang2 loch orang sprti ini….smoga para koruptor sadar dgn baca postingan ini….salam kenal Bunda Mahes

  16. Kebetulan saya dosen. Kalau ada mahasiswa ngasih sesuatu sebelum ujian, saya marah dan tersinggung. Barang tersebut pasti saya kembalikan (untungnya nggak ada yang begitu).

    Tapi kalau mahasiswa sudah selesai skripsi/thesisnya saya bimbing, sudah lulus ujian, dan mereka datang memberikan sekedar tandamata, saya menerimanya dengan terharu dan terimakasih. Apalagi mereka mengucapkan terimakasih dengan tulus (ada yang cium tangan segala). Apakah ini gratifikasi? Menurut saya, ini adalah ungkapan terimakasih dan silaturahmi. Saya malahan terharu, karena berarti mereka merasa terbantu dengan apa yang saya lakukan untuk mereka.
    Saya nggak pernah minta, bahkan berharap pun tidak. Kalau ada mahasiswa yang begitu lulus langsung pergi tanpa menyapa pun, saya ikhlas-ikhlas saja … 🙂
    Eh iya, tandamatanya apa? Macem-macem, dari kain sampai sekotak ayam goreng 🙂

    Dulu pun, waktu lulus kuliah, saya juga selalu memberi tanda mata kepada dosen pembimbing saya. Soalnya saya benar-benar merasa berterimakasih kepada beliau-beliau.

    Maap Oom … jadi kepanjangan nih … kok jadi bikin posting sendiri (habis nggak diundang buat nulis sih) … hihi 😀

  17. salut buat bunda Mahes..
    hebat euy..

    kadang orang suka mencari pembenaran untuk menerima sesuatu..
    dan emang bener hati nurani biasanya mengatakan yang sesungguhnya..

    keragu2an hati kita, menunjukkan bahwa barang itu subhat..
    semoga kita selalu diberi petunjuk dan kekuatan untuk tidak memanfaatkan barang2 tsb.

  18. sepuluh jempol dech buat mbak-nya, jangan pernah mengabaikan nurani itu penting, kalau saja para petinggi yang banyak bersinggungan dengan berbagai kepentingan punya nurani yang bersih juga…..(ngayal…)

  19. Saya belum tau apa jabatan beliau yang cantik ini. Apakah kain sutera itu bersinggungan dengan tugas dan jabatannya. Jika ya memang sebaiknya dikembalikan. Tetapi jika tidak ya bisa diterima.

    Memang, ada beberapa orang yang mau bersahabat ketika kita menduduki suatu jabatan, dan setelah kita pensiunan, ngambus aja gak mau lagi ha haha ha. hanya teman sejati yang masih mau bersahabat dengan pensiunan.

    Oom nh dan banyak lagi blogger yang ternyata mau bersahabat dengan saya yang pensiunan ini. terima kasih oom.

    Tetapi, beberapa bulan ini saya mempunyai jabatan lagi yaitu Komandan Blogcamp Group. Jabatan yang keren dan bergengsi karena membawahi sekitar 15 lebih blog ( pameeeeeerrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr……babahno !!)

    Salam hangat dari Surabaya

  20. Subhanallah Bunda Mahes hebat sekaliii…
    sampai segitunya memastikan, jarang banget yang kaya gini..

    Tp sebenernya saya masih rancu untuk hal spt ini.

    karena kadang saya mikirnya kalau saya merasa terbantu, saya ingin memberi sesuatu sebagai bentuk terima kasih, tidak lebih tidak kurang..
    jadi saat saya menerima sesuatu, saya beranggapan orang tersebut sekedar berterima kasih kepada saya, tidak lebih tidak kurang..

    Gimana yah? bener ga yah yang saya pikirkan? atau itu hanya pembenaran dari setan yang ada di paliiiiiiing dalam hati saya?

any comments sodara-sodara ?