GEROBAK


.
(Bagi pembaca yang tinggal di Jakarta mungkin akan memperhatikan hal yang akan saya bahas ini).

Gerobak adalah semacam alat bantu pengangkut barang, sebuah kotak besar beroda dua, terbuat dari kayu, tripleks dan/atau seng.  Beroperasi dengan cara ditarik atau didorong secara manual oleh tenaga manusia.

Di hari-hari biasa, di luar Ramadhan, gerobak semacam ini biasanya digunakan oleh para pemulung untuk mencari nafkah .  Gerobak tersebut akan penuh berisi barang-barang bekas yang akan dijual lagi.  Botol air mineral bekas, alat elektronik bekas, akki bekas, ataupun koran bekas bertumpuk-tumpuk.

Namun di saat-saat paruh akhir bulan Ramadhan ini, maka jalan-jalan utama di Jakarta, tiba-tiba saja akan banyak kita temui gerobak-gerobak yang berseliweran.  Dan jumlahnya saya rasa dua tiga bahkan empat kali lebih banyak dibanding hari biasa.  Polanya adalah ada seorang bapak (biasanya sambil merokok klepas-klepus !) … yang menarik gerobak itu.  Lalu ada seorang Ibu yang mendorong gerobak dari belakang.  Plus beberapa anak yang menumpang di gerobak tersebut.  Ada yang tiduran, ada yang duduk, ada pula yang berdiri.  Yang terlihat nongol hanya kepalanya saja.

Ya … jika bulan Ramadhan, gerobak ini tiba-tiba saja menjadi beralih fungsi.  Tidak berisi barang bekas lagi … namun kini berisi manusia-manusia kecil.  

Saya tidak tau apakah pemilik gerobak ini adalah orang yang sama atau bukan.  Yang saya dengar, banyak juga yang menggunakan gerobak-gerobak sewaan untuk ”keperluan khusus” ini  (entah betul entah tidak ?).

Saya suka kasihan melihat anak-anak kecil (bahkan balita), yang tidur di gerobak itu.  Dibawa-bawa kesana kemari oleh orang tuanya.  Dan jika saat berbuka puasa tiba, atau saat bubaran shalat Jumát,  mereka pasti berhenti di pinggir jalan.  Berderet-deret sepanjang jalan.  Dengan maksud tidak lain dan tidak bukan,  mereka mengharap sedikit derma dari khalayak yang lewat.  Memang mereka tidak secara ekplisit meminta-minta, namun saya rasa semua orang juga paham apa arti pandangan mereka yang sedemikian rupa itu.  Terlihat sekali berharap.

Saya tidak ingin menghakimi. 
Apakah ini tindakan yang bijak atau tidak ? 
Apakah ini aksi yang dibenarkan atau tidak ?
Apakah ini perbuatan yang layak atau tidak ?. 

Pun saya tidak akan mempertanyakan …
Apakah memang mereka itu benar-benar kesulitan atau tidak ? 
Apakah mereka layak untuk kita beri atau tidak ?. 
Jangan-jangan mereka hanya malas saja ?.  

Sekali lagi saya tidak ingin men”judge” mereka.  Saya pun akan terdiam seribu bahasa jika saya ditanya bagaimana menanggulangi fenomena ini.  Sungguh saya tidak tau jawabannya.

Namun yang jelas, saya hanya kasihan melihat anak-anak kecil itu.  Dijemur sedemikian rupa, menghirup debu dan asap knalpot yang bertebaran di jalan raya. 

Semoga di masa yang akan datang, Gerobak ini bisa kembali ke fungsi asalnya.  Yaitu alat untuk mencari kepingan-kepingan kehidupan yang mungkin sudah terbuang di tempat sampah.  Alat pemulung untuk mengais-ngais rejeki yang halal.

Gerobak bukan alat untuk membawa-bawa kesana-kemari anak-anak yang masih terlalu kecil untuk menghadapi kerasnya dunia.  Bukan pula assesories pelengkap untuk menyentil syaraf iba khalayak semata.

Anda sempat memperhatikan hal ini ?
What do you think ?

.

.

.

Penulis: nh18

I am just an ordinary person who work as a trainer. who wants to share anything he knows ... No Matter how small ... No Matter how simple.

34 tanggapan untuk “GEROBAK”

  1. Iya Om, sering lihat juga di jalanan. Entahlah Om, itu fenomena sesungguhnya atau rekayasa belaka, yg jelas Orin mah kalo pas bisa ngasih ya ngasih aja, bismillah…kalo ternyata mereka adalah ‘penipu’, itu urusan mereka denganNYA bukan? 😀

  2. Pasti Om, pasti kita kasihan sekali dengan anak-anak tersebut.
    Seperti yang pernah saya tulis di sini: http://hardivizon.com/2009/07/01/alif-kecil/
    bahwa anak-anak sering dijadikan tameng oleh orang dewasa untuk menyembunyikan kelemahan mereka.

    Kita tentu tidak dapat berbuat banyak, selain menaruh simpati besar kepada anak-anak itu. Semoga pihak-pihak yang memiliki kekuasaan untuk mengentaskan hal tersebut, mampu menyelesaikan kondisi ini secara baik..

  3. Aku pernah punya pengalaman seangkot dengan mereka itu, pas naik baju-baju mereka bagus-bagus, didalama angkot ganti baju yang butut dan gombal sambil bawa dan gendong anak-anak kecil, eh pulangnya barengan lagi anak-anaknya ketawa-ketawa bawa jajanan, ibu-ibunya yang masih muda-muda ketawa-ketawa sambil ngitung uang, Bapak-bapak disebelah saya bilang, mereka itu rumahnya bagus loh, punya kendaraan lagi, Nah lo

  4. Saya sih pernah lihat juga Om di Bandung..lumayan banyak juga.. Malah kadang mereka ada yang ngegelar karpet di pinggir jalan buat istirahat om!….

    Kalau saya sih kasihan om sama anak2 nya…..
    Kita memang harus bersyukur dengan apa yang kita punya ya om 🙂

  5. kupikir mas perlu foto gerobak. Kalau yang fungsinya untuk angkut barang sih banyak fotonya, Tapi belum pernah ketemu yang isinya manusia speerti tang mas ceritakan, mungkin krn saya jarang keluar rumah dan keliling jalan ya? Jadi gatel pengen motret.

    EM

    1. ada yg di samping hotel itu dari beranak satu sampai 3 mangkal di situ terus, belakangan aku sempat heran kok anaknya tinggal 2, yang bayi tak kelihatan
      tak taulah apa dari malam mereka di siti, karena pagi pas lewat sudah ada, bayinya diletakkan saja di atas kardus di trotoar, gerobanknya ada di situ juga

  6. Kalo saya lebih sering ngeliat gerobak yang dipake buat bawa barang dagangan Om. Soalnya gak jauh dari tempat saya berteduh, banyak tukang makanan di sepanjang jalan..ada tukang mie dan nasi goreng, sea food, dsb.. Dan mereka membawa barang dagangan plus ‘peralatan perangnya’ pake gerobak itu Om.. 🙂

  7. Syukurlah di Bintan nggak ada gerobak isi orang, Om… Adanya gerobak bakso sama gerobak sate..hehe…

    Yang pasti, sedih ya Om, ngeliat anak-anak itu. Mungkin diantara mereka memang ada yang berhak untuk diberi dan ada yang tidak berhak, tapi gimana ngebedainnya ya Om? *jadi ikut pusing mikirin gerobak*

  8. Saya sering lihat kalau sudah malam mereka banyak berkumpul di stasiun kereta, anak-anak ada yang tidur di gerobak ada pula yang tidur di lantai stasiun. Umumnya mereka punya anak antara 3 dan 4 orang, ada yang ditenteng ada pula yan masih menyusui. Tapi kok makin hari makin banyak saja ya Om…? Saya juga bertanya dan tidak tahu jawabannya.

  9. justru ini yang tempo hari saya tanyakan Om… bingung…
    kalau saya pribadi emang suka lemot jadi jarang menghakimi atau mempertanyakan ini itu…
    namun, jika saya akan memberi sesuatu, orang yg bersama sayalah yg protes…
    entah teman entah keluarga…
    sy bingung…
    wallahualam…

  10. pertanyaan yg sama, tiap kali memasuki ramadhan, kenapa manusia gerobak ini makin banyak keleleran dimana2 ya Mas ?
    semoga pihak2 yg berwenang bisa menertibkan mereka, kasian dgn anak2nya , yg dijadikan tameng utk mendapat belas kasihan orang lain atas kemalasan ortu nya yg masih gagah2 dan sehat 😦
    salam

  11. saya belum pernah lihat hal spt ini, mungkin jarang keluar rumah. atau mungkin kebanyakan di pusat saja ya adanya?
    rasanya ini tidak bijak, memanipulasi rasa kasihan orang lain.

  12. Ternyata Pak, “Tangan di atas lebih mulia dari tangan dibawah, ternyata tidak lagi menjadi kebanggaan. Audzubillahimindzalik”

  13. aku kok malah jadi ingat satu berita tentang gerobak ini om.
    kalo ga salah, baca didetik. seorang bapak pemulung, harus mendorong jenasah putrinya dengan gerobak karna nggak mampu menyewa ambulan, untuk bisa memakamkan putrinya di kampung halamannya di bogor *kalo nggak salah*

    hmmm…
    miris ya dengan semua cerita ini…
    bingung mau komentar apa…

  14. Yang pasti aku bingung sekali mau menjelaskan apa pada Riku, ketika dia melihat ada seorang anak perempuan usia SD menggendong bayi yang…cantik tidak dekil, tidak kurus, tidak “ngenesin” tapi “gemesin”, dan berkeliling minta uang dari mobil satu ke mobil lain.
    Aku cuma bilang, “Riku, ada banyak anak Indonesia yang tidak bisa sekolah, tidak bisa makan jika tidak bekerja begitu. Karenanya kamu harus rajin belajar. Kamu tidak mau menjadi seperti mereka kan?” Dan…. masalah anak asongan dan pengemis ini tertulis di laporan libur musim panasnya. Aku cuma bisa menghela nafas 😦

    EM

  15. Fenomena ini telah ada sejak beberapa tahun lalu …sebetulnya dari mana mereka berasal, dan apa kegiatan mereka di luar bulan Ramadhan? Ini yang harus ditelusuri agar bisa dicari pemecahannya.

  16. Saya pernah nonton acara di TV yang membahas masalah ini… malam hari, gerobak dijadikan temnpat tidur anak dan istri, dengan berselimutkan sarung. Si Ayah sendiri menggelar kardus dan meringkuk dalam sarung.

    Di siang hari, anak dan istri duduk-duduk di kawasan tertentu, kadang meminta-minta, ada juga yang memanfaatkan kamar mandi sebuah masjid untuk mandi dan mencuci baju. Si ayah berkeliling memulung barang-barang bekas.

    Sore hari, si ayah kembali dengan gerobaknya, menjemput anak dan istrinya, lalu dibawa ke tempat mereka biasa “memarkir” gerobaknya bersama puluhan gerobak lainnya.

    Saya jadi mikir, apakah mereka benar-benar tidak punya rumah/kontrakan hingga tiap malam harus tidur di tempat terbuka begitu? giman kalau hujan?

    Saya hanya bisa ngilu memikirkannya…

  17. saya juga sempat melihat gerobak berisi anak2 itu om,,,kasian…panas terik siang hari membuat mereka lelah dan tidur hanya di gerobak,,,entah bgm tp seharusnya orangtuanya memperhatikan hal itu ya om,,,salam om,,,

  18. Saya kok belum pernah menemukan gerobak alih fungsi di Surabaya, mungkin ada tetapi belum sempat saya amati.

    Namun cara meminta-minta memang beraneka ragam oom, ada yang tunjek poin dengan menadahkan tangan dan ada yang dipoles sedemikiab rupa misalnya : berdiri di dekat ATM sambil membawa amplop dengan kopstuk suatu yayasan. Setiap orang yang akan masuk ke ATM disodori amplop kosong tersebut. Harapannya, orang yang baru saja mengambil uang di ATM akan meyisihkan sebagian untuk dimasukkan kedalam amplop tadi, bukan.

    Soal mengembalikan amplop tetap kosong, membuangnya di ATM atau mengembalikan amplop plus isi, terserah diskresi masing-masing.

    Salam hangat dari Surabaya

    1. Saya malah belum pernah menemuinya Pak De
      Yang ada tuh … menyebarkan amplop di Angkot … juga di pintu masuk supermarket

      salam saya Pak De

  19. Hmm, kok saya pas di Jakarta belum sempat nemu hal gitu ya pak. Kurang memperhatikan aja kayaknya. Tapi kalo “modus” lain sih saya udah banyak lihat..

any comments sodara-sodara ?