Ini Postingan pilihan pembaca juga …
(Sebelumnya mohon maaf jika ada penulisan dan laval bahasa Arab yang salah, juga mungkin ada pengertianku yang keliru dan tidak pada tempatnya …)
Syiar menurut pengertianku adalah menyampaikan, mengumumkan, sosialisasi, mempublikasikan, memasyarakatkan, menyebarkan, memberi tahu, mengajarkan, mencontohkan sesuatu …. agar orang lain menjadi mengerti dan maklum.
Sementara Riya’ adalah perilaku manusia yang melakukan suatu amalan, tetapi tidak didasari oleh keikhlasan karena ALLAH semata. Riya’ lebih merupakan sesuatu perilaku ”Pamer” … dengan harapan agar bisa dipuji orang … show off/dilihat orang … dihormati orang karena amalannya … ataupun tujuan-maksud yang lain … yang (sekali lagi) bukan didasarkan pada penghambaannya kepada Yang Maha Kuasa …
Imagine … seseorang, katakanlah namanya ”Pak Fulan” berkata …
”HHHmmm saya … sebagai pengusaha yang Alhamdulillah bisnisnya berkah dan sukses … selalu berzakat dengan jumlah minimal Rp. 5 juta se tahun …, mari saudaraku … saya mengajak kepada kawan-kawan sekalian untuk berzakat dijalan Allah … ”
Bisa ada dua anggapan …
Bisa dianggap Syiar … karena Bapak Fulan … memberi contoh pada komunitasnya … dalam hal ini adalah sesama pengusaha yang sukses … untuk berlomba-lomba berzakat. Tidak lupa pada kewajibannya, ditengah kesibukan mereka mengejar kehidupan duniawi.
Bisa pula dianggap Riya’ … karena ada kesan menyombongkan diri … menyebut nominal, seolah-olah ingin ”dilihat” orang karena telah berzakat sebanyak itu.
Ada satu lagi fenomena yang lain. Yaitu mengenai ”sumbangan”. Banyak orang memberikan sumbangan di jalan ALLAH, tidak menyebutkan jati dirinya. Cukup dituliskan dengan sebutan ”Hamba Allah”. Ini untuk menghindarkan diri dari perasaan Riya’.
Namun disisi yang lain, ada pula pihak yang berpendapat bahwa … sumbangan tersebut harus disebutkan (i.e di Syiar kan) dengan jelas dari siapa, besarnya berapa. Ini untuk menghindari kemungkinan adanya syak wasangka / prasangka buruk khalayak … bahwa si pengelola sumbangan tersebut bisa saja menyalahgunakan jumlah sumbangan yang anonimus tersebut, untuk kepentingan pribadi.
Contoh mudahnya … Ada beberapa orang, datang sendiri-sendiri secara terpisah. Sama-sama menyumbang 1 juta secara anonimus. Dan ketika di syiarkan di mimbar … ”Dari Hamba Allah, kami telah menerima sumbangan 1 juta”. (Angka itu hanya disebut sekali saja). (maka masing-masing berfikir bahwa itu berasal darinya). (Tak ada yang tau, bahwa sesungguhnya ada beberapa Hamba Allah yang lain yang juga menyumbang 1 juta).
Takmir masjid atau pengelola sumbangan … kadang lebih suka kita menyebutkan secara jelas jati diri dan jumlahnya. Agar mereka bisa bekerja dengan tenang, untuk mengelola amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Terhindar dari tuduhan negatif. Dan tidak menumbuhkan prasangka buruk, yang jelas-jelas di benci ALLAH.
Terus terang Aku belum bisa menentukan batasan yang jelas … manakah perilaku yang merupakan Syiar … dan mana yang justru malah Riya’ …
Syiar atau Riya’… memang masalah niat (Dan yang namanya niat sejati itu … adanya selalu didalam hati … dan orang lain tidak bisa melihat dan merasakannya).
Bagaimana menurut pendapat anda …??
.
.
.
nice posting Oom…,
menurut saya, apakah tindakan seseorang riya’ ataukah syiar…, kita sebagai pengamat akan sulit menentukannya apalagi riya’ adalah masalah hati…
kalo saya sih…, lebih baik menilai tindakan seseorang secara objektif tindakannya saja, tanpa berupaya menilai prilaku orangnya dan sebisa mungkin berprasangka baik…
hehehe… ini sih susah bgt memang…, tapi saya akan tetap berusaha seperti itu…
-gbaiq-
[senyum] 🙂
=== === ===
Hai Om!!
udah gitu aja deh
hehehe
Jadi intinya niat ya pak..
Memang bener, niat itu yang utama, suatu amalan diterima atau tidaknya ya tergantung niatnya. itulah sebabnya kebanyakan ahli hadist menuliskan masalah Niat pada bab-bab awal masterpeace mereka.
Penilaian dari luar bisa bersifat subyektif…
menurut saya yang penting niatnya, dan kita percaya, tanpa namapun, Allah swt telah mencatatnya. Tapi pencatatan berguna untuk keperluan administratif, untuk manajemen pengelolaan dananya akan digunakan untuk apa.
Postingan ini sudah termasuk SYIAR kok pak…
publikasi posting ini termasuknya RIYA….
halah !!!!
kaburrrr lagiiiiiiiiiii
mana SOUND GREAT’nya!!!
kalo gak segera ditampilin
aku mau mogok nge’blog hihihi
btw masih penasaran nih buat tgl 27 🙂
eng..ing..eng…
mengumumkan sumbangan demi syiar
dan mengetuk hati yg lain….
monggo, boleh-boleh saja
tetapi saat ini sulit membedakan
mana syiar, mana riya
sebab kebanyakan yg menonjol
adalah riya’-nya alias sarat
muatan kepentingan 😉
*postingannya inspiring bro
Aa Gym, dulu juga mengatakan begitu Pak, jika ia mengatakan telah menyumbang atau berbuat baik, tujuannya semata untuk syiar bukan riya.
Kalau saya, yang masih awam, belum bisa mengerti grey area semacam ini, inginnya pilih yang pasti aman saja.
Artikel yang mencerahkan, terima kasih.
hmm..beda tuipiis ya.. klisenya si emg gimana niat ya,om..which is itu yang tau hanya si orang ybs dan AllahSWT langsung..
mnrtku, kalo lg jadi ‘pelaku’, ati2 aja jangan sampe hati terkotori ama niat yg melenceng..
kalo lagi jadi ‘pengamat’, drpd kejeblos su’udzon, mending no comment aja kali ya terhadap tindakan org lain yg lagi between syiar ato riya’ itu tadi. lha wong cuma ngamatin, boro2 bisa ikut berbuat baik, malah ngomentarin orang lain riya’ kan bisa2 malah lebih ‘hina’ tuh..hehe 😀
Asalkan didasari dengan niat baik dan untuk beribadah padaNya, insyaAllah diterima oleh Nya…
yang paling tahu hanyalah yang Diatas
“Sesungguhnya segala amal itu ditentukan oleh niat.”
Sebagai pengurus mesjid, menjadi kewajiban mereka untuk menyebutkan nama penyumbang. Masalah keikhlasan, itu urusan si penyumbang.
Bahkan, pada saat dibangkitkan di hari akhirat nanti, banyak orang yang kecele. Mereka mengira akan langsung masuk syurga karena telah berjihad di jalan Allah. Padahal Allah tahu dia melakukannya agar dipuji manusia sebagai seorang pemberani. Maka sia-sialah jihadnya. Wah, berat nih. Ikhlas, ikhlas, ikhlas…
Memang masalah niat itu penting pak nh. Tapi gak kalah penting caranya juga harus baik pak. Kalo yang ngomong takmir masjid… gpp lah. Yang penting bukan kita yang ngomong pak 😀
yang penting jangan sampai gara2 takut riya
malah jadi tidak berbuat baik.
jadi berbuat baik saja sebanyak2nya
dan publikasikan dengan secukupnya
justru kita berlatih dengan itu
sekali waktu kita, ternyata melakukan riya
sekali waktu, tidak
karena tahu dan bisa merasakan bedanya
kaya naik sepeda
belajarnya kan pasti jatuh2
baru kemudian bisa
hati-hati!
ini adalah salah satu jebakan setan
untuk kita tidak berbuat baik
yakni, daripada riya mending ga usah
akhirnya ngga berbuat
akhirnya ngga bisa merasakan
apa bedanya riya dan syiar
rumusnya error 2 success om…
e2s!!!
Pak, gak perlu pusing kalo ada orang nyumbang mereka riya atau syiar. Innamal A’malu binniyat (Semua amalan didasarkan niatnya)
Allah Maha Tahu kan Pak? Biar Allah yang menentukan dan memberikan ganjaran .
Saya yakin batasan anatara riya dan syiar memang hanya Allah yang mengetahuinya. Thanks
bener bener om, tergantung niat ya..
aku tadi nya sih niat nya nyampah disini tapi enggak jadi om.. cuma niat kok ..
setuju, semua tergantung niatnya 🙂
he-eh…bedanya tipis sekali, ya, pak…
Memang keikhlasan itu tak semudah membalikan telapak tangan…
Tapi bukankah kita selalu belajar agar tangan kiri kita tidak mengetahui perbuatan tangan kanan kita ?
dalam kasus sumbangan dimasjid, mungkin tidak om kalau penyumbang dan sumbangan tercatat secara rapih, tetapi saat dibacakan tidak perlu menyebutkan nama,…syiar tetap dilaksanakan, riya pun terhindarkan, yang nyumbang juga jadi tenang?
saya sependapat boss..
riya atau tidak hanya Allah Azza Swt dan pelakunya yang tahu..
kalo takut riya, bisa-bisa gak ada syiar.. gak ada ustads yang mau ngajarin sholat, gak ada ustad yang ngajarin ngaji dll..
(takut dikira mamerin kepintarannya)
tidak ada yang mengajak / menganjurkan kebaikan..
(takut dikira / dianggap soleh..)
***lagi-lagi 2x saya gak bisa nyanyi nih..
Memang seharus
apa yang dilakukan tangan kananmu
tidak perlu diketahui tangan kirimu
tapi
mata dan telinga bisa tahu ya
sulit
yang penting ikhlas
setuju dengan pendapat nadin
EM
hmm jadi ini yaa cerita pilihan saya,
wah telat bacanya.
tapi jujur saya baru mendapatkan pemahaman baru,khususnya tentang beramal. Kadang karena juga malu, saya lantas mengosongkan kolom nama saat berinfaq. Padahal resikonya ternyata juga malah bisa menumbuhkan syak wasangka dan membebani pengelola ya?
Ya ALLAH…
Ya Mujiib..
Jadikanlah kami orang-orang yang selalu meluruskan niat,
Jadikanlah kami orang-orang yang tulus dan ikhlas dlm beribadah, dan
Jauhkanlah kami dari sifat riya dan sombong dlm beramal dan beribadah..
Tergantung apa yang ada di hati Pak.
Syiar dan Riya’ ini hanya Allah yang bisa menilai….
Hati-hati juga..
Kalau kita mau melakukan sesuatu, tetapi khawatir disangka riya’, maka sesungguhnya itulah riya’…..
Begitu kata Pak Ustadz…..
Hehe…..
Asslkm..w.w……….Q: apa bedanya antara eksistensi dengan ria????
kebanyakan muslimin/at sepertinya bingung untuk mengeksistensikan dirinya pada suatu bidang trtentu, nanti2nya malah menjadi Ria’, walaupun sudah pasang kuda2 (niat) yang karena Allah ta’ala…… Syukron