TUTTI CHALLENGE

Tutti Challenge adalah sebuah tantangan yang digagas oleh musisi terkenal Indonesia Erwin Gutawa, di platform social media Instagram.

Tutti adalah istilah dalam musik, di mana para pemain instrumen / musisinya memainkan nada-nada yang sama secara bersamaan.  Mereka harus memainkan nada tersebut dengan dinamika dan tempo yang tepat, serempak!  Sehingga membuat sinergi persembahan musik yang kuat dan berenergi.

Erwin memainkan sebuah bagian aransemen orkestra dari lagu “Angin Malam” ciptaan Debby Nasution (alm).  Versi album Chrisye “Badai Pasti Berlalu” tahun 1999.  Dia meminta pembaca untuk mengikutinya.  “NgeJam” bareng.

Sangat sulit … temponya sangat cepat.  Nada melodinya rapat.  Kunci dasar nada Bes (dua mol kalau tidak salah) dan ini fingeringnya sulit pula.  Keriting sudah.

Hasilnya ?

Ternyata banyak sekali orang yang tertarik untuk ngejam bareng.  Simak saja di Instagram dengan hashtag #egtuttichallenge

(sumber IG Erwin Gutawa)

Musisi dengan alat musik modern maupun tradisional.  Baik tradisional dalam negeri maupun luar negeri.

Keyboard, synthesizer, piano, drum, gitar, bass, brass (alat musik tiup aneka rupa), string (alat musik gesek) dan lain-lain.  Akustik maupun elektronik.  Alat musik helm, dan tembok rumah pun digunakan.  Kumplit.

Ada pula yang mengisi dengan vokal, seriosa, beat box.  Merry Riana pun tak mau kalah.  Motivator ini sengaja mengisi lagu tersebut dengan kalimat-kalimat motivasinya yang puitis.

Semua kalangan mengikuti.  Musisi-penyanyi terkenal maupun yang amatir.  Berasal dari ibukota maupun dari berbagai daerah di Indonesia (Saya tercengang banyak sekali musisi-musisi berbakat di daerah-daerah yang belum terekspos)

Tua … maupun muda.  Mulai dari rakyat biasa sampai petinggi negeri (Pak Triawan Munaf ikutan lho).

Saya merasa inisiatif Erwin Gutawa ini bukan sekedar mengisi waktu kegiatan #dirumahaja gara-gara Covid 19.  Ini ternyata adalah sebuah upaya untuk mengenalkan musik dengan cara yang menarik dan fun.  Saya lihat ada beberapa anak-anak yang juga antusias ikut meramaikan.  Unit kegiatan musik suatu universitas pun ada yang ikut serta.

Social media itu (seharusnya) bisa menyenangkan, menghibur sekaligus mengedukasi

Salute untuk Erwin Gutawa.

Salam saya

.

 

 

 

LUBER

Ini tentang Pemilu

Dulu sekali ada sebuah akronim LUBER yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.  Keempat hal tersebut adalah asas yang (seharusnya) dipakai oleh para pemangku kepentingan.  Termasuk para pemilih (saat itu)

Kita harus memilih Langsung.  Artinya pemberian suara kita itu tidak dapat diwakilkan.  Tidak bisa nitip (seperti absen kuliah).  Kita sendirilah yang datang langsung ke TPS dan melakukan pencoblosan.  Kecuali pemilih penyandang disabilitas tertentu atau karena terbaring sakit.

Umum artinya siapapun juga Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat sesuai undang-undang dan tidak sedang dalam kondisi dicabut hak pilihnya, berhak untuk memilih.  Di mana pun yang bersangkutan berada, baik di dalam maupun di luar negeri.  Di desa maupun di kota.

Bebas artinya pemilih bebas menentukan pilihannya sesuai hati nurani, analisa pikirannya atau pun aspirasi kehendak masing-masing.  Tanpa ada intimidasi atau paksaan dari pihak-pihak lain.

Dan yang terakhir adalah Rahasia.  Artinya setiap pemilih merahasiakan pilihannya.  Itu sebabnya disediakan bilik pencoblosan, yang memungkinkan pemilih untuk mencoblos tanpa diketahui oleh orang lain …

Tapi itu duluuuuu …

Bagaimana dengan beberapa pemilu yang terakhir dan juga pemilihan kepala daerah?

Rasanya asas yang terakhir yaitu rahasia sudah ditinggalkan! Pilihan seseorang sudah menjadi bukan rahasia lagi.

.

Apa pasal?
Rasanya di banyak platform media sosial kita dengan mudah mengetahui si A aspirasinya ke siapa, Si B pro siapa.  Si C idolanya siapa.  Si D pendukung garis keras Bapak anu.  Bahkan si E mau milih calon yang mana nanti.  Kita semua sudah tau.  TERBUKA.  Terang benderang.  Tanpa tedeng aling-aling.  Bahkan ironisnya, ini bisa jadi ajang perseteruan satu sama lain yang tidak berujung.  Saling maki, saling sindir, saling nyinyir. 

Jujur saja.  Saya agak kurang nyaman dengan situasi ini.  Namun apa dikata.  Sekali lagi zaman sudah berubah.  Setiap orang berhak meneriakkan aspirasinya sercara terbuka.  Termasuk dalam hal mencoblos calon pilihannya saat Pemilu.

Azas LUBER sepertinya sudah berganti jadi LUBE hahaha.  R nya sudah kedaluarsa.  Ngginding entah kemana.

Salam saya

.

 

KELUARGA CEMARA

Awal tahun 2019, saya berkesempatan untuk menonton film keluarga yang banyak dibicarakan orang ini.

Keluarga Cemara diangkat dari serial sinetron televisi ternama yang sempat booming beberapa tahun yang lalu.  Cerita ini ditulis oleh Arswendo Atmowiloto.  Sinetron tersebut banyak mencuri perhatian khalayak penonton karena kisahnya yang sangat membumi dan penuh petuah-petuah yang baik.

Seingat saya, karena sinetron ini disukai, masa penayangannya pun sangat lama dan bahkan sempat mengalami vakum lalu dilanjut kembali (mohon dikoreksi kalau saya salah ingat).  (dari sumber Wikipedia, sinetron ini mulai diproduksi 1996, dan berakhir 2005)

Pemeran “Emak” pun sempat mengalami pergantian beberapa kali.

Berangkat dari keberhasilan tersebut, sinetron ini lantas diangkat ke layar lebar, dan ditayangkan tahun 2019 ini.  Pemerannya tentu saja sudah berbeda.  Disutradarai oleh Yandi Laurens.  Saya tidak sadar tenyata pada tahun 2012 saya pernah menulis tentang karya sutradara ini.  Sebuah film pendek berjudul WAN AN yang memenangkan banyak penghargaan internasional.  Rupanya sutradara ini punya potensi untuk menjadi sutradara film yang baik.

Dan memang film Keluarga Cemara ini sangat baik untuk ditonton semua umur.

Ceritanya masih tentang sebuah keluarga kecil yang dulunya hidup di kota dan cukup berada, namun karena terkena kasus penipuan, keluarga ini harus menerima akibatnya.  Mendadak miskin.  Mereka mendadak tidak punya apa-apa dan harus pindah ke rumah sederhana yang ada di desa.  Bukan saja rumahnya yang sederhana, gaya hidup mereka pun harus disesuaikan.  Dari sinilah konflik demi konflik terbangun.  Ada banyak pelajaran-pelajaran berharga bisa kita dapatkan dari bagaimana mereka melewati konflik-konfilk tersebut secara bersama-sama.

Saya bukan ahlinya untuk menilai akting para aktor dan aktris yang bermain di film ini.  Ringgo Agus Rahman sebagai Abah, Nirina Zubir sebagai emak sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya.  Mereka total memainkan peran masing-masing.

Di samping mereka, ada tiga pemeran lain yang mencuri perhatian saya (dan juga penonton)

1. Widuri Sasono
Berperan sebagai Ara … sentral dari film ini.  Widuri sebagai pemain cilik pendatang baru, banyak mendapat pujian dari para penonton.  Kebetulan saya mengikuti akun media sosial milik keluarga Widuri yaitu The Sasono’s Family.  Saya lihat ada banyak netizen yang memuji permainan Widuri di sana.  Widuri adalah anak ke dua pasangan artis Dwi Sasono dan Widi Mulia.  Mungkin darah seni dari kedua orang tuanya inilah yang mengalir deras ke Widuri.

2. Asri Welas
Asri Welas memang hanya pemeran pembantu.  Namun penampilannya selalu mencuri perhatian saya.  Dulu dia juga pernah tampil sukses kocak dalam film “Cek Toko Sebelah”.  Kini Asri mengulang kesuksesan tersebut, berperan sebagai Ceu Salmah sang “Loan Lady” (alias tukang kredit).  Asri bermain sangat menghibur dan menghayati perannya.  Ini yang membuat film ini tidak banjir air mata semata, namun sesekali dibumbui tawa pecah karena dialog dan aksi kocak dari Asri.

3. Adhisty Zara
Zara JKT48 sangat mencuri perhatian saya.  Zara berperan sebagai Euis, anak sulung Abah dan Emak.  Menurut saya akting Zara di film ini sangat luar biasa.  Dia berhasil memerankan seorang anak pra remaja usia SMP, yang sedang labil.  Tertimpa “Cultural Shock”.  Penuh konflik batin.  Galau antara ikut bergaya bersama teman-teman dancenya waktu di SMP kota yang gaul.  Lalu harus menyesuaikan diri dengan pergaulan teman baru anak-anak SMP Swasta sederhana di pinggiran Bogor.  Belum lagi dia harus manut apa kata orang tuanya.  Menekan rasa malunya untuk berjualan opak di sekolah, rela ulang tahunnya dilupakan, memotong rambut panjangnya dan sebagainya.  Seluruh konflik batin tersebut dilalap habis oleh Zara.  Zara bermain sangat natural.

Menurut saya … Zara lah bintang yang bersinar di film ini.

Semoga akan ada banyak film keluarga lain yang dibuat di negeri ini.

Aku cinta, Semua cinta … buatan Indonesiaaaa … (lho kok jadi nyanyi saya)

 

Salam saya

.

.

.

.

 

MILLY & MAMET

Ini bukan Cinta & Rangga.

Sudah lama (sekali) saya tidak menulis.  Saya awali tahun 2019 ini dengan mulai mencoba menulis kembali di blog.  Topik pertama yang saya pilih adalah tentang film Milly & Mamet.

Akhir Desember 2018 lalu, saya menonton film ini bersama si Bungsu saya yang sedang pulang ke rumah karena libur kuliah.  (FYI : Si Bungsu kini indekos di Depok, dekat kampusnya, UI)

Ini film yang sangat lucu.  Cocok untuk hiburan.  Jalan ceritanya sederhana, ringan namun sarat makna. 

(sumber https://www.klikstarvision.com/page/movie)

Ada banyak hal bisa dibahas dari film ini.  Namun saya memilih untuk berkomentar tentang beberapa pemeran (wanita) yang menurut saya unik dan menarik. 

Seperti biasa ada 3 (tiga) yang akan saya angkat

Yang pertama Isyana Saraswati.
Isyana berperan sebagai sekretaris bos penyandang dana, partner bisnisnya Mamet.  Isyana tampil mengagetkan saya.  Di balik wajah cantik, kalem, dan anggunnya, ternyata Isyana bisa juga berperan sebagai sekretaris yang naif, “ngeselin”, dan lucu.  Selain didukung oleh skenario yang menarik, akting Isyana di film ini pun cukup mencuri perhatian saya.

Yang kedua Dinda Kanyadewi
Dinda langganan memerankan peran tokoh antagonis.  Di film ini lain.  Dia berperan sebagai salah satu karyawan konveksi milik Ayah Milly.  Dinda di film ini juga berperan sangat kocak (cenderung “oon”).  Tak banyak dialog, tak banyak gerak tubuh.  Dinda hanya bermain mimik dan ekspresi wajah saja, yang entah mengapa terlihat lucu sekali bagi saya.

Yang ketiga Melly Goeslaw
Ini juga menarik dan kocak banget.  Melly Goeslaw berperan sebagai Mamah Itje.  Seorang Selebgram, followernya banyak.  Mamah Itje terkenal sebagai “endorser” makanan.  Selebgram ini diceritakan akan meng-endorse masakan katering sehat rumahan ala Chef Mamet dan Milly.  Yang bikin lucu itu adalah aksi orisinil cara mempromosikan masakan ala Mamah Itje.  Logat kental Sunda dan cara makan yang pakai tangan itu.  Sumpah … begitu lahap … lucu banget si Melly Goeslaw ini.

Bagi saya kehadiran ke tiga wanita ini menjadi sangat istimewa.  Mereka sangat kocak walaupun profesi mereka sehari-seharinya bukan komedian (seperti Arafah atau Aci Resti) 

Kekuatan skenario dan arahan peran dari sutradara Ernest Prakarsa berhasil menyulap wanita-wanita cantik dan anggun tersebut menjadi lucu pol-polan .  Ernest patut diacungi jempol

Saya senang bisa menonton film ini bersama si Bungsu.

Sangat menghibur

Salam saya

.

.

Note:
Dan jangan lupa … walaupun sebentar (nyaris cameo) di sini ada Dian Sastro dan Geng Cintanya (Adinia Wirasti – Titi Kamal)
Ada Tike Priatnakusumah, mbok emban banget perannya.
Ada juga Eva Celia dan Julie Estelle … seger.
Last but not least … Sissy Pricillia, pas banget memerankan emak-emak muda masa kini.

SALAH DUGA

14 Januari 2018

Di hari Minggu pagi ini, kami menghadiri undangan pesta perkawinan salah seorang kerabat Bunda, di sebuah gedung besar di Timur Jakarta.

Karena ini kerabat dekat maka kami memutuskan untuk datang lebih awal dari waktu yang ditentukan, agar kami dapat mengikuti acara dari pertama, sekaligus Bunda bisa kangen-kangenan dengan keluarga besar yang jarang bertemu.  Acara perkawinan selalu menjadi ajang reuni keluarga yang membahagiakan bukan?

Untuk informasi pembaca, biasanya kami datang ke pesta perkawinan itu pas acara sudah mau selesai (hahaha).  Petugas katering sudah berbenah, sibuk bersih-bersih, makanan tinggal sisa-sisa, undangan sudah banyak yang pulang, sesi foto booth juga biasanya sudah habis kertasnya.

Namun kali ini lain, kami datang lima belas menit sebelum acara dimulai.  Pengantin belum datang.  Tamu yang datang pun relatif baru keluarga dekat saja.  Kami jadi lebih leluasa menikmati seluruh prosesi acara, Bunda pun senang sekali bisa silaturahim dengan keluarga besar.  Beberapa dari mereka ada yang datang dari luar kota.

Ketika mengikuti acara-acara tersebut sengaja saya merapat ke booth makanan yang menyediakan Sate Padang dan Dim Sum.  Tepat di sebelah kiri saya tersedia meja dessert kue coklat aneka rupa.  Beberapa langkah dari tempat saya berdiri, juga ada gubuk Bakso Malang.   Hhhhaaaa cerdas … Tempat berdiri yang strategis?  Anda tau maksud saya bukan?

Ya betul sekali … Supaya cepat dapat makanan.  Maklum belum sarapan tadi pagi.  Jadi nanti jika para tamu antri salaman ke pelaminan, saya akan makan duluan!  Semua mau saya cobain, sambil nunggu sepi orang yang salaman.

.

Acara dimulai dari iring-iringan pengantin datang, pengantin duduk di pelaminan,  tari-tarian penyambutan, ditutup dengan sambutan ucapan terima kasih wakil dari keluarga besar serta pembacaan doa.

Para tamu yang datang semua tertib mengikuti seluruh prosesi acara tersebut.  Satu per satu.  Tak ada satupun yang berani mengambil makanan yang tersedia.  Baik itu makanan prasmanan nasi. lauk dan kawan-kawan, maupun makanan jajanan dan minuman yang di sajikan di saung-gubuk-booth terpisah.  Tak ada yang menyentuh.  Semua khidmad menyimak acara.  Mungkin ada juga satu dua tamu yang mau makan, tetapi saya yakin petugas katering yang berjaga menolak mereka dengan halus.  Memohon pengertian tamu agar mengikuti acara formal terlebih dahulu sampai selesai berdoa, baru menyantap makanan.

Sepertinya ini instruksi dari wedding organizer/keluarga agar acara berlangsung dengan tertib.

Namun ada kejadian lucu … (sekaligus memalukan)

Ketika itu acara masih sambutan dari salah seorang perwakilan keluarga kedua mempelai, Beliau mengucapkan terima kasih atas kehadiran tamu dan memohon maaf jika ada kekurangan di sana-sini dst dst dst …

Tiba-tiba ada seorang Bapak, sekitar 60 tahunan, berdandan rapi, baju celana hitam, plus Jas necis yang juga berwarna hitam, sepatu mengkilat.  Nyelonong … mendekat ke booth makanan yang ada di sana, seraya membuka tutup kukusan dim sum lalu berkata …

Ini apa ini?

Sudah siap?

Melihat pemandangan tersebut, spontan saya pun berkata (tepatnya menegur) …

“Maaf Pak, mari kita menghormati tuan rumah, Mohon tunggu sebentar biarkan mereka menyelesaikan acara resminya sampai pembacaan doa, baru kita santap hidangannya”

(Saya mengira Bapak ini kelaparan, tidak sabaran mau mengambil makanan)

Si Bapak berjas hitam necis itu pun serta-merta menoleh ke saya.  Dengan raut wajah yang tidak senang.  Lalu apa reaksi dia? Apa yang dia katakan selanjutnya?

Si Bapak necis berkata … (sedikit menghardik tak senang)

Saya tau!!!

Saya ini dari Katering!  Saya sedang memeriksa kesiapan tim saya!

 

Ups … ya maap … aku kan ndak tau … abis dandanan situ keren kayak tamu undangan siiiihhh …

Saya malu!  Salah menegur.  Salah duga. 

Lalu saya pun pura-pura sibuk menyimak pidato … Dan pelan-pelan mlipir ke booth makanan yang lain … (Supaya nanti tetap dapet antrian makanan yang pertama, ketika saat ramah-tamah tiba)

Anda pernah malu di pesta perkawinan?

Saya pernah!!! (hahaha)

Salam saya

om-trainer1