LANGKAHAN

 

Ini nama upacara sodara-sodara.  Adat istiadat Jawa.  Aku bukan ahlinya.  Jadi mohon maaf kalau ada istilah dan pengertian yang keliru.  Namun perkenankan Trainer sedikit bercerita beberapa ritual yang kami lakukan saat Adikku menikah.  Sekitar tahun 1991.

 

Adik perempuanku tercinta, Tante NH menikah terlebih dahulu.  Sementara Aku belum … Jangankan menikah … Punya Pacar saja belum waktu itu … (OK-OK … tepatnya … belum mau punya lagi … masih trauma …!!!).  (Doooo … kenapa tuuuuhhh …???).

 

Adat istiadat kami sebagai orang Jawa, mengharuskan orang tua kami melaksanakan beberapa acara tambahan.  Salah satu Acara itu adalah … Langkahan.  Adikku ”meminta izin” kepadaku.  Dia sungkem sambil memberikan seperangkat pakaian ”sa’ pengadeg”, lengkap baju, celana, dasi dan sebagainya … diberikan sebagai hadiah kepadaku.  Mungkin maksudnya supaya Kakak satu-satunya ini tidak bersedih, karena adiknya menikah duluan.  And yes … kami berdua menangis ketika acara ini dilangsungkan … mengharukan sangat.

(Kami hanya dua bersaudara … anda bisa bayangkan betapa spesialnya moment ini).

 

Lalu ritual selanjutnya … aku mesti membimbing Adikku … melangkahi beberapa piring kecil … aku lupa isinya … tumpeng kalau tidak salah … plus kita berdua mesti memegang sebuah tongkat bambu yang diujungnya ada seekor utuh Ayam Panggang.  Mungkin Ini perlambang bahwa Aku sebagai kakaknya turut membimbing dia melewati saat bersejarah ini … memberikan jalan … agar perhelatan dan juga upacara pernikahan ini dapat berlangsung dengan lancar …  (once again ini hanya intrepretasiku saja … berdasarkan narasi yang dibacakan oleh MC dengan bahasa Jawa kromo inggil itu …)

 

Apa ritual sudah selesai ? … belum … masih ada satu lagi …

Yaitu acara ”Mbubak Kawah”  aku tidak tau arti kata ini dalam bahasa Indonesia.  Namun ini hakikatnya adalah sebagai tanda … bahwa perhelatan ini adalah perhelatan pertama bagi keluarga kami … Ini pertama kalinya keluarga kami punya ”gawe”.  Keluarga wanita adalah keluarga yang punya ”gawe” dalam adat kami.  Sebagai Tuan Rumah.

 

Ritual ini mengharuskan Aku, memikul pikulan yang penuh digantungi alat-alat dapur … ada panci, wajan, sendok, saringan, parutan, sotil, talenan, sendok sayur, tudung saji, dan banyak lagi alat-alat dapur lainnya … (Alhamdulillah … aku tidak diminta untuk memikul kulkas atau Cobek ulekan dari Batu itu … wah bisa bongkok aku, keberatan beban)

 

And yes … aku mesti keluar … memikul pikulan itu … seperti tukang rumput jaman dulu … ke tengah para tamu undangan … Dan … sesuai dengan skenario … Ibu-ibu dan remaja putri … dipersilahkan untuk mengambil barang-alat dapur itu … for free … zonder bayar.

 

Mendengar komando itu … mendadak sontak … mereka berhamburan menuju kearahku .. menarik … berebut … teriak histeris … heboh … mengambil barang-barang itu … aku pun terdorong kekiri dan kekanan tentunya … auw … ouch – ouw – iicchh  … Tak sampai 3 menit pikulanku sudah trondol tak ada satu pun barang tersisa … habis … bis … !!!.  (hawong ”SALE” aja heboh … apalagi Gratis … ya jelas saja habis …). 

 

Barang-barang tersebut boleh mereka miliki dan dibawa pulang … Yang memikulpun kalau mau … boleh dibawa pulang juga … huahahhhaa (boong deng)

 

Sekali lagi … aku tidak tau persis makna dan arti perlambang-perlambang ritual tersebut.

Namun aku percaya … semua yang kami lakukan ini niatnya adalah semata-mata didasari pada permohonan dan doa hanya kepada ALLAH Yang Maha Kuasa … Mohon kelancaran … mohon keselamatan dan mohon keridhoan NYA … 

 

Hanya itu saja … tidak ada yang lain… tidak ”kepada yang lain” …

 

(Mau tau apa yang selalu aku ucapkan dan bisikkan lirih dalam hati waktu itu, sepanjang acara … ??? … Hanya satu kalimat … ”Ya ALLAH … berikan Adikku tercinta ini kebahagiaan … senangkanlah hatinya … lindungilah dirinya …”)

 

Btw … Tante NH ? … kamu pasti inget … ini peristiwanya tanggal berapa ya Sis … ???

.

.

.