TEPAR

Terkapar … gak bisa bangun dari tempat tidur karena sakit. 

Aku masih ingat satu peristiwa ”Tepar” ku yang tidak bisa aku lupakan sampai sekarang.  Kejadiannya tahun 1986, pas aku mau berangkat KKN ke Desa.  Sebuah program wajib untuk syarat kelulusan kesarjanaanku.  Satu hari sebelum berangkat KKN aku jatuh sakit. 

 

Badanku panas.  Nggreges.  Batuk berat.  Persendianku pegal-pegal dan linu.   Mungkin karena kecapean.  Pada hari H saat berangkat pun aku masih terkapar di tempat tidur kos-kosanku.  Pagi itu Pak Progo, teman sekostku yang baik sempat mengambilkan makanan untuk ku … ”Udah elu makan dulu … biar dikit elu mesti makan …dari pada lemes nanti … ”

 

Akhirnya aku paksakan Makan.  Dan siang itu pun dengan sisa-sisa tenagaku aku pergi ke Kampus untuk berkumpul.  Kita akan berangkat naik Bis carteran.  Aku KKN di Kabupaten Ciamis, Priangan Timur  (Tasikmalaya sonoan dikit).  Perjalanan cukup melelahkan … disepanjang perjalanan aku hanya tidur saja.  Kepala semakin berat.

 

Sesampainya di Kota Ciamis … kami diinapkan dahulu di Mess Proyek DAS Citanduy II.  Sebelum besok diantar ke desa masing-masing.  Again … aku hanya bisa terkapar saja di Mess.  Tidak kemana-mana.  Badanku tambah panas … greges … Batuk berat pula …

 

Malam harinya,  datang seorang temanku.  Namanya Royke Semuel Sapan.  Asal Manado.  Aku kaget juga dia datang kekamarku.  Sehari-hari aku tak begitu dekat dengan dia.

 

”NH… kata Fikri kamu sakit ya ???” Begitu dia bilang … (Fikri adalah bakal teman sedesaku nanti …).  (Rupanya Fikri khawatir dengan kondisi kesehatanku …)

”Boleh aku pijat, mudah-mudahan bisa membantu meringankan…?” begitu kata Roy.

 

Hah … Royke mau memijat aku ??  Aku agak surprise … Apa dia bisa ??? … karena Royke ini sehari-harinya cuek, slenge’an, gahar dan selalu duduk di belakang kalo kuliah.  Royke juga berbadan kekar … Aaarrrggghhh pijatannya pasti sakit ini …  Aku tak punya pilihan … aku pasrah saja.  Dia minta Obat Gosok, Sabun dan Sikat Gigiku.  Hah mau diapain aku …

 

Ternyata ujung gagang sikat gigi itu digunakan untuk menekan-nekan telapak kakiku … seperti Foot reflexologi itu … Dia menekan titik-titik tertentu di Kaki …

Dengan tekun … dia memijat sekujur badanku… mulai telapak kaki sampai punggung … dan kepala.  45 menit kemudian … selesailah dia memijatku … (BTW ini pertama kalinya aku dipijat seluruh badan …).  Ternyata dia minta sabun tadi untuk membasuh tangannya yang belepotan balsem gosok … (aku kirain untuk apa …)

 

Dan AJAIB sodara-sodara …

Pijatan Roy itu ternyata uenak sekali … Badanku langsung ringan … Aku keringetan … mengucur deras sebesar jagung … Aku sempat muntah-muntah, (maaf) penuh dahak.  Dan Aku pun (maaf lagi) buang Gas … kentut panjang berkali-kali.  Aaaahhhh nikmat banget … Badan jadi enteng bener.

Bukan itu saja … aku pun langsung kebelet (maaf) BAB … aku kebelakang … (setelah beberapa hari tidak bisa BAB) …  Once again … aku ringan sekali … Tiba-tiba aku merasa lapar. Langsung aku kedepan Mess mencari makan. 

 

Dan Malam itu aku tidur nyenyak sekali …

 

Besok paginya … Alhamdulillah … aku sudah segar kembali … siap berangkat mengikuti program KKN ke desa-desa terpencil yang berat ini …

Ah Royke Semuel Sapan … juga Ahmad Fikri … dan Pak Progo … aku tidak akan pernah lupa jasa-jasa kalian …

 

That’s what friend are for …

.

.

.

PANYUTRAN

Hari minggu kemarin saya sempat beres-beres “studio pribadi” di  rumah.  … Tidak sengaja saya menemukan album berdebu.  Ketika dibuka aaahhh ternyata ini foto waktu saya KKN dulu tahun 1986.  Saya buka lembar demi lembar.  Langsung memoriku bernostalgia, menuju ke PANYUTRAN. 

Panyutran adalah nama sebuah desa kecil di pelosok Kecamatan Padaherang.  Dan Padaherang itu adalah nama suatu kecamatan di Kabupaten Ciamis.  Di Priangan Timur …   Ya … saya mendapat tugas tiga bulan KKN di desa Panyutran itu.

Sebuah desa diatas gunung yang sangat tertinggal dan miskin.  Kami satu tim berempat.  2 Mahasiswa serta 2 Mahasiswi IPB tingkat akhir yang beruntung ditempatkan disana.   Untuk menuju kesana diperlukan usaha yang tidak bisa dibilang mudah.  Dari kota Ciamis anda harus berkendara selama 2 jam lebih kearah pantai Pangandaran.  Melewati kota Banjar. Terus kearah selatan.  Turun di kecamatan Padaherang lalu kita akan mendaki selama kurang lebih 2 jam lagi keatas.  Menuju ke desa Panyutran.  Dan hanya Ojek yang bisa membawa kita ke atas.  Ojeknya bukan ojek bebek atau ojek RX king biasa … tetapi harus ojek TRAIL … saking beratnya medan.  Menanjak dan Terjal.  Infrastruktur belum memadai … hanya jalan tanah yang dikeraskan seadanya dengan batu-batu kali.  Itu sebabnya jika musim hujan tiba … jalan menanjak menuju ke desa tersebut lebih mirip aliran sungai yang menjelang kering.  Ah sungguh suatu pengalaman perjalanan yang sangat asyik sekali.  Yang jika tidak hati-hati kita bisa tergelincir.  Sesekali kita turun ikut mendorong Motor Trail tersebut karena medan yang sulit.  Belum ada listrik.  TV pun cuma satu, pakai aki, 14 inchi, hitam putih pula.  (lengkap sudah penderitaan mu Nak). 

Masyarakatnya sangat ramah dan baik hati.  Masih Tradisional, belum tersentuh budaya kota.  Saya berdua teman lelaki saya homestay di rumah kepala keamanan Desa.  Sementara 2 teman kami yang perempuan menginap di rumah Mantan Pak Kuwu.  Kuwu adalah sebutan untuk Kepala Desa. 

Untuk pergi dari satu tempat menuju ke tempat yang lain di Desa tsb … kami tidak punya pilihan lain selain berjalan kaki.  Ojek hanya mau melayani trayek dari desa Panyutran di tonggoh ke kecamatan Padaherang di bawah.  Dari tempat kami menginap menuju saung kelompok tani untuk melakukan penyuluhan perlu waktu satu setengah jam jalan kaki. (hehhee).  Itu baru perginya … masih ada pulangnya bukan …???.  Pulangnya perlu dua jam … sebab banyak istirahatnya … hawong capek jeh … naik turun bukit.  Dan jika hujan, …  memakai sepatu adalah tindakan yang bodoh.  Jalan Tanah Licin bukan kepalang.  Sebaiknya anda nyeker memakai telapak kaki telanjang saja … itu cengkramannya lebih pakem … (Meskipun begitu … Plis jangan tanya … berapa kali saya jatuh tergelincir …)(sering !!!).  Dan kalau memberikan penyuluhan malam hari … romantikanya ditambah dengan digunakannya alat penerangan tradisional “Klari” yang dibuat dari daun kelapa kering yang dibakar sebagai obor.  Sekali lagi listrik belum masuk desa.  Gelap guntila … 

Sanitasi ? … Tidak ada kamar mandi di rumah mereka.  Mereka langsung mandi di balong sumber mata air.  Hah ini lah yang paling mendebarkan … apa pasal ?  tidak ada pembedaan Laki-laki atau wanita … semua mandi di titik mata air yang sama … addduhhhh mak … (senengnya …).  Maka jangan heran kalau anda ingin mandi … dan kebetulan yang sedang mandi adalah kaum ibu-ibu … maka akan ada sapaan ajakan : “Hayuuu atu Pak KKN, sasarengan wae, ulah isin …”.  Plus kain basah yang lengket dibadan menutup tubuh sekenanya.  (MasyaALLAH … kuatkan iman ku ini ). (Saya syok menggigil panas dingin).  (Trainer juga manusia …) 

Biasanya saya hanya bisa menunggu dari jarak yang jauh sampai mereka selesai.  Celakanya ibu-ibu itu selesai mandi pasti mencuci dahulu entah bahan makanan, perkakas rumah tangga atau pakaian.  Jadi pasti tambah lama bukan ?.  Oleh sebab itu … untuk menjaga hal yang tidak-tidak … saya selalu mandi jauh lebih pagi subuh-subuh … yang akibatnya akan menggigil kedinginan … atau mandi paling akhir disenja hari ketika hari telah mulai gelap … ini juga menggigil … karena ketakutan … takut ada penampakan … takut ada yang “nyolek”.  Jadi pilihannya adalah menggigil kedinginan, menggigil ketakutan atau “menggigil” panas dingin karena melihat “suguhan” kain basah lengket di badan … atau sekalian tidak mandi sama sekali … (Kalau yang terakhir ini justru membuat teman kita lah yang menggigil karena bau badan kita …)

Hiburan kami satu-satunya adalah radio transistor … ya radio kecil dengan baterai.  Stasiun yang bisa ditangkap di desa atas gunung itu adalah siaran bahasa Indonesia Radio Australia atau BBC saja.  Itu pun kadang jelas kadang tidak.  (waktu itu kami tidak membawa walkman atau tape, takut dikatakan pamer).  (tepatnya sih … takut diminta sebagai kenang-kenangan oleh pemuda setempat …). 

Tetapi apapun itu … pengalaman KKN selama tiga bulan di Panyutran sungguh merupakan pengalaman hidup yang sulit dilupakan.  Selain belajar bermasyarakat di lingkungan asli pedesaan … saya pun juga belajar banyak hal disana.   Salah satunya adalah saya jadi bisa berbahasa Sunda dengan fasih … Masyarakat disana relatif belum mengerti Bahasa Indonesia … Mau tidak mau jika ingin berkomunikasi sehari-hari atau memberikan penyuluhan … kita harus menggunakan bahasa daerah, bahasa Sunda … (ta …kitu tah …).  (BTW saya bukan berasal dari suku Sunda …).  (Saya keturunan Indo … campuran Kediri dan Madiun). 

Ya … Di Panyutran ini, kami berempat belajar banyak hal yang tidak bisa kami dapatkan di bangku Kuliah. Dan jika anda bertanya apakah terjadi cin-lok disana ?. (Noup .. Tidak ada sodara-sodara).  (Sumprit).

Dan satu lagi … Berat badan saya justru naik 5 kilo disana … “Pak KKN beki Lintuh yeuh …” 

(untuk teman-teman KKN Panyutranku dulu … Teh Tati, Teh Nina dan Uda Fikri … bagaimana kabar kalian semua ? )(Bade napak tilas ka Panyutran deui ?, ayeuna kiat ‘nteu ?)

BTW aku nemu peta Lokasi Panyutran disini … http://www.maplandia.com/indonesia/jawa-barat/ciamis/panyutran/