IPUNG

Hari Sabtu minggu lalu, 15 Maret 2008.  Seperti sabtu yang sudah-sudah, aku melakukan kunjungan “semi wajib” ke kios buku Batu Bara. Sebuah kios buku kecil di kompleks perumahan suatu Universitas Islam negeri di Jakarta selatan (sekali). (Bang Hery Azwan http://heryazwan.wordpress.com pasti tau dimana letak kios ini)

Aku lama membalik-balik dan memilih-milih buku.  Belum ketemu yang Pas.  Melihat kebingunganku mbak penjaga kios itu berujar …”Pak buku ini sekarang sedang banyak yang cari nih “ (sambil menyodorkan sebuah buku novel).  Aku lihat judulnya : IPUNG, oleh PRIE GS.  Seorang budayawan, kartunis dan motivator yang banyak mengisi acara di beberapa radio terkenal di Jakarta dan Jawa Tengah.  Design covernya dibuat mirip-mirip Trilogi Andrea Hirata …  ada siluet-siluetnya gitu deh.  Aku tertarik dengan promosi si Mbak tadi … maka aku beli juga buku itu.

Sampai rumah langsung aku baca lembar demi lembar buku itu … Hah … ternyata ini novel ABG nih … mirip-mirip Teenlit lah … (he3x ada om-om baca novel ABG nih …) dalam hati aku ingin menyalahkan si Mbak yang telah dengan PD nya mempromosikan Novel ini tanpa melihat siapa target marketnya.  Tapi urung … karena memang si Mbak itu masih ABG (sepertinya mahasiswi yang magang) dan dia pun mungkin benar … bahwa novel ini banyak dicari.  Karena lingkungan disana ada Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah plus juga sentra Mahasiswa .. terang saja buku itu mungkin banyak dicari … banyak dicari oleh anak-anak ABG maksudnya … bukan oleh om-om seumuran aku … 🙂

Namun entah kenapa novel ini berhasil memaku diriku untuk tetap terus membaca … dan dalam waktu yang relatif singkat … aku berhasil menuntaskannya.  Sebuah Novel (remaja) yang sanggup membius Om-om seperti saya.  Sangat menarik.

Jika membaca judulnya ingatan ku langsung lari ke tokoh novelette serupa jaman aku SMA dulu tahun 80-an yaitu … IMUNG … oleh Arswendo Atmowiloto … Membandingkan dua tokoh rekaan itu … IMUNG vs IPUNG … terasa ada kemiripan.  Mereka berdua jauh dari sosok idaman remaja seperti disinetron ABG masa kini … mereka berpenampilan berantakan, kucel, kerempeng, dan bahkan Imung itu korengan akut kalau tak salah.  Tetapi kedua-duanya punya karakter khas yang kuat … tak acuh, smart, cerdas dan berani (plus agak sedikit arogan).

Aku sependapat dengan Kang Abik yang menulis Prolog di Novel Ipung itu.  Kang Habiburrahman el Shirazy mengkritik PRI GS sahabatnya ini dengan kata-kata seperti ini … “Ipung yang kelewat cerdas dan heroik untuk ukuran seusianya, membuat saya curiga, jangan-jangan tokoh Ipung adalah representasi dari Mas Prie sebagai Narator”.  Hmm … ini kritik tajam yang aku sangat setuju sekali … PRIE GS tidak terlalu sukses untuk menjaga jarak dengan tokoh lakon rekaannya … terasa PRIE is IPUNG, IPUNG is PRIE.  Seorang Budayawan-Motivator handal yang seolah sedang menyaru bersekolah di bangku SMA.

Namun diluar itu semua … novel ini sangat menarik.  Secara pribadi aku dibawa bernostalgia ke alam SMA  … Aku berusaha keras untuk menemukan … adakah sosok IPUNG diantara teman-temanku waktu itu ? … Wah seperti nya tidak ada … or tepatnya … tidak ada yang se “hebat” itu  … pada usia segitu … bahkan Ketua OSIS sekalipun.

MATAHARI DI ATAS GILLI ..

Baru seminggu yang lalu aku membeli beberapa buku baru di kios buku Batubara (lihat postingan yang bertajuk … KIOS BUKU BATUBARA).

Aku tertarik untuk membeli dan membaca buku “MATAHARI DI ATAS GILLI” … karangan Lintang Sugianto. Di sampul bukunya tertulis komentar dari WS Rendra : “Ia tidak memakai bahasa uraian, atau gambaran yang klinis, tetapi dengan metafora-metafora puitis yang jauh lebih bisa mendalam gambarannya.  Inilah keistimewaan Lintang dalam kemampuannya melukiskan peristiwa jiwa.  Barangkali dalam hal ini hanya bisa ditandingi oleh Leila Chudori yang secara kebetulan juga seorang perempuan. 

Hmmmm … Rendra membandingkannya dengan Leila S Chudori.  Aku mencoba mengingat-ingat tulisan Leila S Chudori ini.  Namun tidak berhasil menemukannya di memoriku.Seingat ku Leila S Chudori ini adalah penulis idola remaja dulu tahun 80-an.  Saat itu aku baru SMA kelas 2 atau 3 an …  atau awal-awal aku kuliah.  Dan sepertinya Leila pun juga seumuran dengan aku.  Aku sekolah SMA di Bulungan …. Dan Dia kalau tidak salah di SMA Setiabudi atau Bukitduri aku lupa.  Masa itu yang terkenal juga adalah Titiek Widoretno alias Neno Warisman … di SMA Puloraya.

Leila adalah penulis produktif di majalah-majalah remaja saat itu … Dan seingatku pula Leila S Chudori mempunya bahasa yang khas anak muda waktu itu ….

Mungkin Rendra membandingkan Lintang dengan Leila Chudori … ketika Leila sudah dewasa …Yang terus terang tulisan Leila dewasa … aku sama sekali buta … dan tidak mengikuti lagi … Apakah dia pernah menulis lagi setelah masa-masa SMA itu … dan bagaimana gaya bahasanya sekarang. 

HHmmm … aku penasaran.  Tetapi herannya mengapa kecepatanku membaca tidak secepat ketika aku menikmati Andrea Hirata atau Kang Abik (Habiburrahman El Shirazy) yah …

Buku-buku dari kedua penulis itu pasti habis aku lalap hanya dalam waktu dua atau tiga malam saja paling lama.  Tetapi ini sudah seminggu … aku baru sampai Bab III  Wah ada apa nih ya …Jangan-jangan aku “nggak kuat” nih bahasanya …. Or …Lebih tepat … “nggak nyampe” level apresiasinya … 

Yang jelas … aku sangat suka isi novel ini  … Novel MATAHARI di atas GILLI ini mengupas perjuangan serorang perempuan muda untuk memajukan pendidikan anak-anak di sebuah pulau terpencil di timur Jawa. (sejauh ini begitu cerita yang aku baca)

 Besok gua kebut aaahhh …