LASKAR PELANGI THE MOVIE

 

Akhirnya Trainer sekeluarga menonton juga Film Laskar Pelangi. Hari Sabtu kemarin 11 Oktober 2008 di Cineplex XXI Pondok Indah Mall 2. 

 

Sebuah film dengan pemandangan alam yang indah … mirip model film-film National Geography.  Berhasil mengangkat keindahan alam Belitong yang mungkin tidak pernah dikenal luas sebelumnya.  Juga kultur masyarakatnya yang merupakan perpaduan antara Melayu dan Tionghoa … (plus ”budaya ekskusif” masyarakat PN Timah itu).

 

Membuat film yang diangkat dari sebuah Novel terkenal … memang tidak mudah.  Merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi sang sutradara untuk menuangkan seluruh nuansa bathin yang telah dibangun oleh kata-kata indah penulis novelnya.  (Kebetulan Trainer sudah membaca bukunya …)

 

Terus terang menurut pendapat Trainer, ada beberapa moment-moment dramatis yang luput di gambarkan di film yang berdurasi hanya dua jam ini.  Karakter-karakter anggota laskar pelangi yang sangat ”berwarna” itupun juga kurang optimal diangkat ke permukaan karena terbatasnya waktu dan media …

 

Yang berhasil diangkat hanya karakter Lintang, Mahar dan juga yang pasti Ikal itu sendiri.  Sementara Harun, Sahara, Flo, Kucai, Samson, A Kiong dan sebagainya … sulit untuk diangkat keatas.  Padahal cerita tentang mereka juga tidak kalah dramatis dan menariknya untuk di gambarkan.  Belum lagi cerita tentang Tuk Bayan Tula,  Pawang Buaya, A Ling, Sekolah PN Timah, Romantika Nelayan … hhmmm … banyak sangat.

 

Di Novel Laskar Pelangi … Ada 34 Bab dan tebalnya 534 halaman … penuturan Andrea Hirata pun sangat detil disana.   Dan itu semua harus dituangkan dalam 2 jam penayangan layar lebar.  Ini nyaris mustahil …  Meskipun demikian … menurut hemat Trainer … sutradara Riri Riza telah berhasil mengangkat sebagian besar benang merah cerita, dan alur penting yang diinginkan oleh si Penulis, dalam novel fenomenalnya itu …

 

Sebuah film yang indah, lucu, mengharukan … sekaligus sarat makna …

Sebuah perenungan tentang pendidikan, tentang ketimpangan, tentang kemiskinan, tentang semangat pengabdian … tentang perjuangan …

Juga tentang … Mimpi … !!!

 

Oh iya … siapa yang main bagus disana … ?

Trainer terkesan oleh akting … Ikranagara sebagai Pak Harfan sang Kepala Sekolah.  Juga Cut Mini sebagai Ibu Guru Muslimah.  Trainer juga memuji … Pemeran Cilik Lintang si jenius dan Pemeran Mahar si seniman … amboi mereka berbakat sangat !!!

Patut dipujikan pula bagaimana ketekunan sang Sutradara mengcasting dan mengarahkan aktor-aktris cilik itu.  Aku dengar mereka diambil dari anak-anak lokal Belitung, yang tentu saja belum pernah bermain film.  Tidak berlebihan jika Trainer memprediksikan bahwa Riri Riza bisa menjadi kandidat kuat untuk menyabet predikat sebagai sutradara terbaik di FFI yang akan datang.

 

Sementara aktor/aktris Senior kawakan sekaliber Slamet Raharjo, Alex Komang, Jajang C Noor, Mathias Muchus, … juga Lukman Sardi, Tora Sudiro, Rieke Dyah Pitaloka, ternyata malah hanya bermain dalam sedikit scene saja …  Ini menggambarkan bagaimana Miles Films dan Mizan Production sungguh tidak main-main, menggarap Film yang satu ini.

.

.

.

AFGAN ..

 Ohhh ini toh yang nama Afgan.  Muda, cool, cakep, berkacamata … menyanyikan lagu dan menjadi hit … judulnya aku lupa namun syairnya kurang lebih …”Terima kasih Cinta … untuk segalanya … dst…dst.  (lagunya bagus).  Kualitas menyanyi ? Aku tidak tau … karena sepertinya sih Afgan cuma menyanyi akting … lipsing dari rekaman albumnya… (ceritanya trainer lagi nongton Acara Musik Hip-hip Hura minggu pagi di SCTV)

 

Hmm muncul lagi satu penyanyi solist lepas Pria …

Di Indonesia sangat sulit menemukan penyanyi solist lepas pria, (yang bukan vokalis group band ) bisa bertahan lama.  Yang banyak terkenal justru adalah vokalis yang tergabung dengan satu group Band … sebut saja Once Dewa, Pasha Ungu, Ariel Peterpan, Kaka Slank, Arman Gigi, Giring Nidji, Noe Letto, Kris Naff, Fadli Padi, Bam Samson, David Naif, Ian Radja, Duta So7, Sammy Keris Patih dan sebagainya.  (oh iya Andhika Kangen juga …)

 

Sebetulnya ada banyak Penyanyi Pria Lepas yang bagus setelah era Harvey Malaiholo … ada Ari Lasso, Rio Febrian, Marcell (baik yang botak maupun yang gondrong), Glenn, Tompi, juga Reza Herlambang dan Chandra.   Ada pula penyanyi produk kontes nyanyi SMS .. Delon, Very, Haikal, Mike, Iksan dan dan beberapa lagi yang lainnya … Namun tetap saja popularitasnya terkesan hanya sporadis ketika mereka meluncurkan album, atau ketika kontes SMS masih berjalan … lalu setelah itu tenggelam lagi … Tidak seperti vokalis group Band … yang terus mencorong … sejalan dengan popularitas Bandnya.  Padahal dari segi kualitas .. penyanyi Solist pria ini banyak yang justru lebih baik daripada vokalis-vokalis Band terkenal. 

 

Kini keluar lagi … Afgan … sepertinya Soloist lepas juga … hmm … mudah-mudahan bisa bertahan lama dia …

 

Aku tidak tau kenapa sangat sulit menjadi penyanyi Soloist Pria lepas yang terkenal secara konsisten dan dalam waktu yang cukup lama … Tidak seperti penyanyi solist Wanita yang justru lebih banyak berkibar menguasai belantara musik Indonesia.  Menurut pengamatan awam pribadiku mungkin hanya Ari lasso, penyanyi solist pria lepas yang bisa konsisten menjaga popularitasnya.  Kok Trainer tidak menyebut Iwan Fals ? … hmm ini fenomena lain lagi … aku lebih melihat Iwan Fals bukan sebagai penyanyi … tetapi sebagai pencipta lagu dan sekaligus tokoh pembaharu musik yang (dulu) lantang meneriakkan kritik sosial.

 

Memang bicara masalah selera industri musik di Indonesia tidak cukup hanya dengan kuping dan hati saja … namun juga dengan mata … !!!

Publik Musik Indonesia masih lebih suka melihat yang “bening”, “sexy” dan “cantik” … !!!

Juga suka sosok jantan vokalis group band yang memegang mike stand di panggung … !!!

 

Maaf ini bukan tulisan “pengamat” musik … ini hanya tulisan seorang “penikmat” musik biasa saja … (karena memang musik itu enaknya “dinikmati” … bukan … “diamati” …)

 

(Judulnya … postingan test case … )